January 17, 2012

Ponakanku dan si Neraka

Actually I prefer tell this story in bahasa Indonesia than bahasa Jawa. Tapi karena seperti yang saya pelajari dalam kelas Translation, kadang karena faktor budaya dan tidak equelnya sebuah kata, ada kemungkinan sebuah cerita berkurang lucunya saat diterjemahkan. So, saya memilih menceritakan ini dalam bahasa Jawa.


Waktu itu saya sedang duduk santai di depan TV sama ponakanku, yang namanya Mela. Mela ini meskipun cewek, tapi maskulinnya minta ampun. Kalau kata adikku "Mela ini tomboy sejak lahir". Yeah! tapi aku sepakat sama adikku. Waktu dia belum genap dua tahun, dia sudah bisa memilih bajunya sendiri, dan dia menolak mentah-mentah memakai rok dan baju-baju yang berbau pink. Ada beberapa baju yang bahkan tidak pernah disentuh, karena menurut dia baju itu "cantik". Dan kami-kami ini sering menyesuaikan seleranya ketika kami membelikan dia kado, bukan sesuatu yang "cantik" tapi sesuatu yang lebih "lelaki".

So, kebayang kan betapa thengil-nya dia? Waktu dia kecil aku sering memanggilnya konyil kucrit. Sebenernya sebagai bulik, ini kurang aja sih, karena memberi nama panggilan yang jelek, tapi banyak yang mengikutiku. Masku, adikku, ponakanku yang lain, dan beberapa temannya mela, juga memanggilnya konyil kucrit :D

Oke, balik ke cerita sore itu. Waktu itu aku sedang duduk santai di depan TV sama Mela yang saat itu umurnya masih 4 tahun sekian bulan. Aku sedang jengkel dengannnya karena suatu hal, maka aku berniat menakut-nakuti:

Aku: Nok, nek ngunu ki dosa lho.

Mela: nek dosa terus ngopo bulik? (sambil senyum-senyum jail, seolah tahu jawabanku dan dia sedang menyiapkan amunisi untuk menyeraangku)

Aku: nek dosa nyegur nroko (kataku menakut-nakutinya)

Mela : Munggah dewe (katanya puas bukannya takut, dan tak lupa menyunggingkan senyum kemenangan)


Oke, baiklah aku kalah. Nggak jadi marah, speachless aja.