August 30, 2013

Resign

Pengen resign. Sudah beberapa kali aku mengatakan ini atau mencurhatkan ini pada temanku, tapi nyatanya aku masih saja bertahan dengan pekerjaan ini sampai sekarang. Bedanya kali ini aku ingin resign bukan karena ingin menghindari masalah, tapi karena ingin membangun usaha sendiri. Kemarin-kemarin juga ingin membangun usaha sendiri sih, tapi lebih dipicu oleh pekerjaan yang mulai membosankan, atau ketika tekanan pekerjaan yang menyebalkan.


Aku memang menyukai pekerjaanku. Dari dulu aku ingin kerja di penerbitan, meski tidak menempati posisi yang aku inginkan tapi hal ini kesampaian juga. Selain itu aku menyukai teman-teman kantorku. Mereka adalah teman katrok gila yang menyenangkan. Meski nggak kompak-kompak banget tapi nggak ada persaingan di kantor ini. Nggak ada intrik saling menjatuhkan dan juga akal-akalan bulus untuk mencari perhatian di mata atasan. Kelak saat aku resign dari sini aku akan sangat merindukan mereka. Dan mungkin mereka, kekompakan dan suasana kantor yang bakalan aku rindukan. Hah! Membayangkan itu saja sudah membuatku merindukan suasana kantor dan guyonan mereka. Saat aku resign aku akan bersedih karena aku bukan lagi bagian dari mereka. Aku akan menjadi orang luar sebagai tamu mereka saja. 



Kalau aku resign dari kantorku sepertinya aku tidak akan mencari pekerjaan baru, tapi aku akan membangun usaha sendiri. Dan saat ini itula yang ingin aku jalani. Tapi lagi-lagi aku masih takut untuk keluar dari nyamannya menerima gaji bulanan. Dan masih takut menghadapi penghasilan yang tidak menentu.


Ditulis entah kapan, tapi saat itu pengen banget resign

August 26, 2013

Tentang Bapak


Yuhuuu, selamat sore semuanya! Kali ini aku mau bercerita tentang Bapak, sebagai tugas dari @PenaMerah. Bapak itu tidak hanya sekedar "Bapak" bagiku, tapi beliau juga "Dedy" dan juga "Papi" buatku. Itu adalah tiga panggilanku untuk beliau, meski Bapak nggak suka dengan panggilan "Dedy", tapi beliau tetap akan menyahut, meskipun aku memanggilnya dengan panggilan itu.

Well, Bapakku sudah meninggal sejak tahun 2006. Dulu, sebelum aku kehilangan orang yang benar-benar aku sayang, aku berpikir seperti ini: saat seseorang meninggal, dia akan terlupakan begitu saja, atau rasa sayang akan hilang bersama waktu. Tapi ternyata tidak demikian. Meski bapakku sudah 7 tahun meninggalkanku dan keluargaku, aku masih menyayanginya, aku masih sering merindukannya. Memang aku sudah jarang menangis karena kepergiannya, tapi ketika setan sedang lewat aku sering berpikir, apa yang akan beliau rasakan, apa ya yang akan beliau lakukan kalau tahu aku sudah begini kalau aku sudah begitu, kalau aku belum ini kalau aku belum itu. Kadang aku juga penasaran pada banyak hal yang terjadi jika bapakku masih ada. 

Ketika bapakku masih ada, aku pikir aku tidak menyayanginya. Aku bahkan pernah berpikir bahwa aku tidak akan menangis jika beliau tidak ada. Nyatanya, aku menangis, aku sangat bersedih ketika beliau tidak ada, dan aku mempertanyakan kenapa Allah mengambilnya begitu cepat dari kami bahkan sampai beberapa bulan setelah kepergiannya. 

Bapakku memag bukan bapak yang bijak atau bapak yang kebapakkan menurutku, tapi beliau sangat menyayangi anak-anaknya, terutama anak-anak perempuannya. Beliau selalu mengabulkan apa yang kami minta. Waktu kecil kesejahteraan keluarga kami belum seperti sekarang, hanya untuk membeli peralatan sekolah seperti buku, sepatu, dan tas sekolah keluarga kami sangat kesusahan. Tapi ketika aku membutuhkan sesuatu dan mengatakannya kepada Bapak, beliau akan megusahakannya. Aku memang anak yang jarang meminta sesuatu, tapi ketika meminta artinya aku memang sudah membutuhkan atau sangat menginginkannya. Kalau mengingat masa lalu, aku sering merasa bersalah menempatkan Bapak pada perasaaan “tidak bisa memenuhi kebutuhan anaknya”. Huhuhu…. Yang paling aku ingat aku pernah minta dibelikan headset, (bukan untuk keperluan sekolah), aku pikir Bapak tidak akan membelikannya, tapi tak dinyana dan tak disangka ternyata Bapak membelikannya. Meski bentuk head set-nya aneh, tapi aku sangat menyukainya karena aku tahu itu dibeli dengan uang kami yang sedikit dan yang sangat berharga. Headset itu sangat aneh kalo diingat-ingat, karena hanya seperti headset hand phone jaman sekarang dan hanya untuk satu telinga, bukan untuk dua telinga. Tapi aku sangat menyukai head set itu, siang dan malam kugunakan untuk mendengarkan radio. 

Waktu kuliah aku belum membawa kendaraan sendiri, jadi aku harus kos. Ketika hari Senin Bapak akan mengantarku ke kos, dan Jum’atnya beliau akan menjemputku. Hal yang selalu kami ingat sebagai anak-anaknya adalah, Bapak akan mengajak kami jajan dan makan di pinggir jalan di perjalanan itu. Padahal aku tidak menganggap itu sebagai kewajiban, tapi Bapak akan merasa bersalah jika tidak mengajakku makan dulu sebelum sampai rumah. Dan makanan favorite Bapak adalah mie ayam. Sampai sekarang, kalau aku melihat warung mie ayam favorite Bapak, aku selalu teringat Bapak. Kalau aku ketemu warung mie ayam yang enak, aku juga akan selalu bertanya-tanya "Kalau bapak masih ada, kira-kira Bapak seneng nggak ya sama mie ayam ini?"


Meskipun Bapak bukan sosok yang kebapakkan, tapi aku senang memiliki bapak seperti bapakku, karena dia bukan tipe bapak yang memaksa kehendak anaknya. Beliau tidak pernah mengharuskanku begini atau mengharuskanku begitu seperti bapak-bapak orang lain. Beliau selalu mengikuti kemauan anaknya, terutama dalam hal sekolah. Jika membandingkan dengan bapak atau orang tua teman-temanku, aku selalu bersyukur aku memiliki orangtuaku. Mereka tidak berkelimpahan harta, tapi mereka berkelimpahan cinta. Love them so much.

August 24, 2013

Masih Galau, Sedih dan Marah (part 2)

Iya, ini masih tentang cerita pertemuan dan pertanyaan teman SD-ku yang membuatku bersedih, galau dan juga marah. Meskipun sudah jauh lebih lega setelah menceritakan kejadian ini di blog dan juga cerita langsung ke beberapa teman tapi rasanya tetap menyakitkan. Aku masih marah dengan sikap temanku yang seperti itu. For yor information, teman yang melakukan itu padaku bukanlah teman yang akrab. Bahkan ketika dia menjadi teman SD-ku pun kita nggak pernah bermain bersama. Saat SD aku lebih suka bermain bersama perempuan, jika bermain dengan laki-laki biasanya bermain dengan teman-temannya Mr. Brother, dan dia bukan teman mainnya masku. Rumahnya bisa dikatakan bukan wilayah jajahan kami bermain. Jadi bisa dikatakan dia bukan teman mainku saat kecil. Setelah SMP dan SMA pun kami tidak pernah satu sekolah, bahkan sepertinya tidak pernah bertemu. Atau mungkin pernah bertemu tapi aku lupa, saking tidak terkenalnya dia (sory masih marah). Tapi aku bertemu dengannya lagi setelah kuliah semester akhir. 

Dari semua itu bisa dikatakan kami hanyalah mantan teman SD yang tidak dekat sama sekali, tapi entah kenapa dia bisa menyatakan dan memerintah sesuatu yang menurutku sangat sensitif seperti itu, meskipun apa yang dikatakan sensitif tentu sangat subyektif. Bahkan dari teman-teman dekatku pun belum ada yang pernah berani melakukan itu padaku, bahkan ibukku, mbak, mas dan juga adekku tidak pernah melakukan itu padaku seperti yang dia lakukan padaku. Tapi memang terkadang apa yang menyakitkan justru sering dilakukan oleh orang yang sama sekali tidak kita kenal, atau yang hanya kita kenal sambil lalu.

Dan ketika memang sampai saat ini aku belum bertemu dengan jodohku, apa iya aku harus menjadi perempuan centil yang merayu semua cowok hanya untuk mendapatkan seorang laki-laki. Itu bukan gayaku banget. Aku bukan tipe orang yang anti dengan laki-laki tapi bukan tipe yang punya banyak teman laki-laki. Aku tipe orang yang sangat pemilih ketika berteman dengan laki-laki. Semua laki-laki bisa menjadi teman, tapi hanya sedikit yang bisa menjadi teman baikku, dengan seleksi ketat, asik buat berteman, mau diajak berteman, dan tidak ada tendensi lain selain menjalin pertemanan. Lalu apa aku salah? 

Meskipun pada umur ... (keyboard angka masih rusak) aku belum bertemu jodohku, aku tidak mau terlihat murahan. Seperti kenalan dengan sembarang orang di FB, pura-pura nyasarin sms, atau menanggapi sms iseng nggak jelas. Aku memang berniat untuk ikut website jodoh, tapi itu pun karena terpengaruh sebuah film, dan aku tidak pernah berani melakukannya. Dan ketika membaca postinganku waktu itu, aku sangat terlihat desperate saat itu. (Padahal desperate setiap hari ya posting-annya? wkwkwkwk)

Aku memang lebih suka mendekatkan diri dan bordo'a pada-Nya, jika menurut temanku itu tidak cukup terserah dia, tapi aku percaya it will work karena Dia adalah pabrik segala sesuatu termasuk lelaki yang GSM (Ganteng Soleh Mapan). 

"Mintalah kepadaKu dan Aku akan mengabulkannya" 

Itu yang tertulis di Al-Qur'an meskipun aku tidak tahu itu surat dan ayat ke berapa, tapi aku pernah membacanya entah di tweet siapa. Dan aku mempercayai itu, karena Allah akan selalu mengabulkan do'a hambanya. Entah itu 1. Langsung mengabulkan, 2. menunnda, atau 3. Mengganti dengan yang lebih baik.

Dan jangan salah, aku juga melakukan usaha dengan ikut semacam informasi seminar pra-nikah, dan dalam beberapa waktu ini berusaha untuk memperbaiki diri. Aku memang belum berani ikut ta'aruf, dan aku mohon jangan salahkan aku, karena aku tidak punya referensi seperti itu

Dan seandainya Allah menggantinya dengan yang lebih baik, yang artinya aku tidak pernah bertemu dengan jodohku (sambil nangis nulisnya) mungkin itu memang lebih baik untukku. Dan seharusnya mereka tidak melakukan apa yang dilakukan teman SD-ku padaku, karena ini sudah ketetapanNya, dan yang penting aku tidak pernah berhenti berdoa dan berusaha. Dan mengolokku artinya mengolokn ketetapanNya. 

Tapi sampai saat ini aku masih percaya Dia akan memberikan jodoh yang baik untukku, yang terbaik. :)

August 23, 2013

Galau, Sedih dan Marah (part Tertawa Setan)

Hai, hai, hai. Apakabra my fans? Aku sudah menjanjikan untuk meneruskan posting-anku sebelumnya bukan, Tentang Galau, Sedih dan Marah? Nah ini dia lanjutannya. Kayak ada yang mengikuti aja. Kali ini ceritaku lumayan memuaskan dan sedikit terbalaskan dendamku. Ekekekekeke.... Jangan berpikir aku menganiayanya atau melempari kepalanya dengan batu, tapi ini kejadian setelah aku balik lagi ke rumah.

Malam itu di hari yang sama saat aku dihina dina oleh temanku (maaf lebay, tapi aku merasa seperti itu) setelah berbuka puasa dan sedang duduk-duduk santai di depan TV tiba-tiba ibukku bertanya padaku.

"Koe ngerti seng ngolok-olok koe mau ora?"
"Kae kancaku EsDe yang (dari kata eyang)"
"Jarene ki arep adol sawah, wonge arep cerai karo bojone"
"Gene arep cerai wae, ngonekke aku"

Buat yang tidak bisa berbahasa Jawa biark kutranlate untukmu. Initinya, teman yang memperolokku itu, akan menjual sawah miliknya dan akan bercerai dengan istrinya. Kata ibuku, mereka tinggal terpisah, entah setelah dia mau cerai atau memang dari awal sudah PJJ, yang jelas istrinya tinggal di Jawa Timur dan teman SD-ku ini tinggal di Yogyakarta.

Yang membuatku heran adalah jika dia merasa tidak berbahagia dengan kehidupan pernikahannya kenapa dia harus memerintahkanku menikah. Selian itu apa hak dia itu mengatakan itu padaku. Dan jika telah mengalami dan memiliki pengalaman bahwa kehidupan pernikahan itu belum tentu membahagiakan, kenapa dia harus menyarankanku menikah. Iya, aku tau menikah itu memang sunnah Rasul, tapi Rasul sendiri tidak pernah mengatakan bahwa umur 25 harus menikah misalnya. Yang aku ketahui kita dilarang mendekati zina, dan selama ini aku memang menjaga semua itu.

Demikian curhatan saya siang ini, yang jelas berita ini cukup membuatku berpikir "kalau dia sendiri tidak memiliki kehidupan pernikahan yang membahagiakan kenapa aku harus mengambil pusing kata-katanya?"

August 21, 2013

Galau, Sedih dan Marah

Sebelum berangkat ke kantor tadi pagi, banyak hal yang ingin aku ceritakan di blog ini mengenai "serangan fajar" yang telah aku alami pagi ini. Tapi ketika aku benar-benar berada di depan blogku, rasanya semua itu sudah menguap entah ke mana, padahal kemarahan itu masih, kesedihan itu masih bersarang di sini.

Pagi ini aku bertemu dengan teman SD-ku, dia sedang membeli beras di tempat ibuku. Sengaja menghindarinya, aku tidak menyapanya, aku langsung menuju motorku dan ingin segera belalu dan tidak ingin berbasa-basi super basi padanya. Sayangnya si Lakita seperti biasa, susah diajak kompromi, harus mengeluarkan tenaga sekuat mungkin baru dia hidup. Saat itu temanku sudah ada di depan pintu keluar dari penggilingan padi tempat dia bertransaksi dengan ibuku. 

Dia bilang "Hai!" dengan keras.
Aku menjawab "Hai" dengan kalem.

Saat dia bilang "hai" berasa dia kenal deket banget denganku, padahal waktu SD kami tidak pernah berteman akrab. Dia justru terlihat sebagai cowok penakut yang sering dijahili teman-temannya, sedangkan aku anak gaul yang punya nilai jual tinggi yang punya banyak teman cewek. Dan pertanyaan yang paling aku benci itu pun keluar juga. Sebenarnya itu bukan pertanyaan tetapi perintah.

"WES GEK DADI MANTEN! UMURMU KI WES PIRO?"
Jelas aku tidak menjawab, aku hanya tersenyum, meskipun dia tidak bisa melihatnya karena aku menggunakan slayer. Tapi sepertinya dia juga tidak membutuhkan jawabanku, karena sedetik kemudian dia melanjutkan kalimatnya. 

"KOWE KI WES ... (ini key board-angkanya kenapa sih?) lho!"

Saat itu ibuku sudah duduk di luar bergabung dengan kami. Ibu hanya tertawa, tapi sepertinya ibuku bingung mau membelaku seperti apa. Mungkin dia juga tidak menyangka temanku itu akan dengan tega menyebut umurku dengan cara seperti itu. Kalau tidak salah dia sempat mengulang berapa umurku sekali lagi.

Dan aku masih diam, bingung mau menjawab apa, tapi serius itu mak JLEEEBBB BHANGGEEETTTT. For your information, dia mengatakan itu dengan suara KERAS, LANTANG dan GALAK, menurut versiku sih. Tapi dia memang keras banget waktu mengatakannya, mungkin semua orang di dusunku sekitar rumahku bisa mendengarnya. Rasanya ingin menutup kuping ketika dia mengatakan berapa tahun aku sudah berada di dunia ini. Dan kenapa dia harus harus membawa-bawa umur? Dan kenapa dia harus menanyakan hal itu dengan cara seperti itu?

Setelah aku bisa menguasai diri, aku pun akhirnya menjawab dengan kalem "Yo di dongakke wae ya," jurus ini biasanya mempan untuk menjawab mereka, tapi dia justru bilang "Yo ora meng ndonga wae, ra ketemu nek meng ndonga"

Than, what the hell that i have to say? Itu adalah kata-kata pamungkas untuk menutup mulut mereka yang usil. Dan seperti yang aku bilang biasanya ini berhasil, tapi kali ini tidak dengannya. 

Akhirnya aku pun menjawab "Yo mosok aku kon nggolek neng ndalan?"

Entahlah, mungkin waktu itu aku terdengar emosi, tapi aku benar-benar bingung harus menjawab apa. Dan saat ini, saat aku menuliskan semua ini di blogku ini, aku benar-benar sedih ketika mengingat pertanyaan dan kejadian pagi ini. Aku memang bukan tipe cewek yang nyaman berteman dengan lelaki, meskipun sebenarnya bisa, tapi aku tidak biasa. Aku lebih suka mengahabiskan waktu bersama teman-teman perempuan, ngerumpi, bergosip dan makan makanan yang lezat. Teman lelakiku sangat terbatas, hanya orang-orang yang menurutku bisa membuatku nyaman dan tidak ada tendensi apapun padaku. Ketika lelaki sudah mulai aneh dan aku tidak berniat untuk aneh-aneh juga, aku akan menutup akses dia untuk lebih dekat denganku.

Temen SD-ku ini sepertinya sangat prihatin, dan juga sangat heran denganku yang sampai saat ini belum menikah, di saat dia sendiri sudah menikah dan mungkin sudah punya 3 anak, aku tidak tahu. Yang jelas terakhir kali sekitar 5-6 tahun yang lalu, dia sudah menikah dan sudah punya 2 anak. Saat itu pun aku malas bertemu dengannya karena waktu itu dia pun menanyakan hal yang sensitif, "Wes lulus durung?". Mungkin karena prihatin dan heran dengan keadaanku dia menanyaiku dengan cara seperti itu, dengan menyebutkan umurku, dengan suara lantang dan dengan mimik yang keheranan dan terlihat marah.

Rasanya baru sekali ini aku mengalaminya, ada orang yang dengan tega melakukan itu padaku. Aku memang sering mendapat pertanyaan seperti itu, tapi bukan dengan cara dia menanyakannya. Mungkin dia tidak pernah berada di posisi seperti diriku, merasa tertekan dengan sebuah pertanyaan yang menurut mereka sepele. Tidak pernah berada dalam kondisi yang tidak "normal" menurut kebanyakan orang. Selama hidupku aku pernah mengalami hal ini beberapa kali, dan hal ini justru membuatku peka terhadap banyak hal.

Entahlah, aku tidak tahu kenapa aku harus segalau, semarah dan sesedih ini terhadap pertanyaan dia pagi ini, padahal dia hanya mengungkapkan kondisiku yang sebenarnya selalu aku pikirkan ini. Tapi ketika yang aku pikirkan dan aku galaukan selama ini dinyatakan oleh orang lain, itu LEBIH JAUH menyakitkan. Aku tahu kebanyakan orang memang berpikiran sepertinya, hanya saja mereka tidak pernah mengungkapnannya, dan ketika ada yang berani mengatakannya, I'm totally hurt.

Postingan ini ditulis dengan menahan tangis. Huwehuwehuwe.. Dan tangis benar-benar pecah saat curhat dengan Mbak @syee_mash.

Bersambung...

August 19, 2013

Tjerita Hari Rayaku

Ternyata tahun ini ada yang berbeda dengan lebaran-lebaran sebelumnya. Aku pernah mengalami perubahan besar di lebran tahun 2006. Perbedaan terbesar lebaran dengan lebaran tahun sebelumnya adalah saat Bapakku tidak ada. Ada sedih yang sangat mendalam ketika pertama kali berlebaran tanpa bapak. Pertama kali lebaran tanpa bapak ibukku pun menangis hebat. Sejak lebaran itu dan sampai lebaran tahun 2012 lalu, pesan budeku tiap lebaran adalah "momong ibu baik-baik". Momong, satu kata yang biasanya digunakan untuk menjaga anak kecil. Momong bisa juga diartikan sebagai sangat menjaga dengan hati-hati. Dari pesan budeku beliau ingin menyampaikan bahwa sekarang Bapakku sudah tidak ada sekarang tugasku untuk menjaga ibuk baik-baik. Beban itu sekarang ada di pundak anak-anaknya bukan di pundak bapak lagi.

Itu adalah kehilangan dan perubahan terbesar dalam hidupku. Sampai sekarang setiap mendekati lebaran pun aku masih sering teringat bapak. Kebiasaan bapak dan juga kegiatan kami saat mendekati lebaran, dan juga guyonan beliau tentang puasa yang selalu sama setiap tahun. Setiap tahun beliau cerita hal yang sama tapi budeku tidak pernah absen tertawa, bahkan selalu sampai menangis. Dulu aku bosan mendengar cerita itu, karena sudah hafal. Tapi ketika beliau sudah tidak ada, bahkan aku mengulang cerita itu di depan budeku dan budeku masih saja tertawa. Setiap kali mendekati lebaran seperti ini aku selalu merindukan bapakku. Kali ini pun sama. Itu adalah perubahan lebaran terbesar dalam hidupku. Dan tahun ini pun aku mengalami perubahan lagi.

Pertemuan manusia dengan siklus hidupnya adalah sesuatu yang wajar, semua orang akan mengalami siklus hidup mereka masing-masing. Lahir, puber, menikah, mempunyai anak, kemudian meninggal. Tapi yang tidak pernah aku ketahui adalah ketika siklus hidup orang lain itu bisa sangat berpengaruh pada hidup kita sebagai orang dekatnya.

Tahun 2012 yang lalu temanku menikah. Dia adalah salah satu teman terdekatku. Teman senasib sepenanggungan. Pernah satu sekolahan, pernah satu kos waktu kuliah, pernah menjadi manusia pengangguran bareng, dan menjadi high quality jomblo bareng di saat semua orang seumuran kami sudah menikah. Kami saling berbagi kesedihan dan juga kebahagiaan. Meski kadang kami tidak saling tegur sapa karena jarak yang memisahkan, tapi kami masih saling memiliki.

Setahun yang lalu, aku masih ingat di bulan Ramadahn dia mengabarkan bahwa dia akan menikah akhir tahun 2012. Ada perasaan sedih saat itu, takut akan kehilangannya, takut tidak akan memiliki rasa senasib sepenanggungan lagi, dan takut bahwa kami sudah tidak bisa saling memahami. Aku sempat bersedih beberapa bulan karena itu. Iya, aku seharusnya berbahagia untuknya, dan waktu itu aku memang bahagia. Tapi nyatanya kesedihanku jauh lebih besar.

Jangan anggap aku jahat, karena kesedihan ini bukan bersumber dari kedengkian, tapi bersumber dari ketakutan akan kehilangan dia. Ketika teman kita memasuki siklus hidup yang baru dan kita tertinggal darinya, terkadang kita merasa tidak berada di dunia yang sama lagi. Mungkin karena yang satu merasa temannya lupa bagaimana rasanya sebelum melewati satu tahap kehidupan yang baru, sedangkan teman kita merasa "well ada yang jauh lebih buruk dari tahap kehidupanmu yang itu" atau mungkin "aku punya masalah, aku harus cari bimbingan dari orang yang sudah berpengalaman". Dan saat itu tentu bukan kita yang berpengalaman itu, tapi orang lain. Kemudian komunikasi pun menjadi tidak sama. Gelombang frekuensi berbeda, sehingga tidak ada kecocokan lagi.

Hampir satu tahun dia menikah, dia tidak pernah memberi kabar entah tentang kehidupan pernikahannya atau kehiduapannya yang lain. Dia memang tidak jarang memberi kabar. Dari dulu pun kami tidak intens saling memberi kabar. Tapi saat masing-masing punya masalah, dialah dan akulah orang pertama yang akan diberi tau. Hubungan kami akan intens saat kami sedang jatuh cinta, patah hati atau sedang punya masalah. Kami memang jarang berkomunikasi tapi kami saling memiliki. Kami saling merasa bahwa kami saling memahami satu sama lain. Dan tidak ada yang bisa lebih memahami diriku selain dia, dan tak ada yang bisa memahami dia lebih baik dari aku memahaminya.

Sebelum dia menikah kami memiliki kebiasaan yang sama setiap tahun sebelum lebaran, yakni hunting baju bareng. ketika aku sudah membeli baju untukku sendiri, Aku akan dengan senang hati mengantarnya memilih baju. Yang jelas, kami selalu meluangkan waktu bersama ke pusat kota Jogja sebelum atau sesudah lebaran. Aku akan menemaninya memilih baju lebaran atau menemaninya membeli oleh-oleh untuk teman-temannya di Jakarta.

Tapi tahun ini ada yang berbeda, tahun ini dia mudik H+1 atau di lebaran kedua. Tidak ada ritual membeli baju bareng atau mencari oleh-oleh piapia untuk teman-temnnya. Dan tiba-tiba aku merindukan saat itu. Saat kami jalan bareng nyari baju. Saat kami meluangkan banyak waktu untuk bersenang-senang bersama. Setelah lebaran kami memang sering meluangkan waktu bersama. Karena hanya lebaranlah dia punya waktu lama untuk mudik.

Dan bahkan tahun ini kami tidak sempat bertemu. Pesan singkatku "sampai ketemu di ngentakrejo" hanyalah sebatas bbm biasa, tanpa ada realisasinya. Iya, aku masih merindukan sahabatku. Aku masih merindukan gelak tawa bersama itu. Tapi mungkin semua sudah tidak lagi sama.

August 1, 2013

Tentang Novel Macaroon Love




Sore ini aku mau mencoba mereview sebuah buku yang beberapa waktu lalu aku beli, judulnya Macaroon Love karya Mbak @WindaKrisnadefa. Karena aku orangnya suka banget ngocehin buku maka 500 kata itu terbatas banget, langsung cuss saja ya. 

Macaroon Love ini bercerita tentang seorang gadis 24 tahun bernama Magali yang mempunyai pekerjaan sebagai penulis lepas di sebuah majalah kuliner. Mempunyai sepupu bernama Bheu, ayah bernama Jodhi dan Nene, neneknya. Sejak kecil Magali hidup bersama Nene dan Bheu karena Jodhi bekerja sebagai juru masak di kapal pesiar. Karena Jodhilah Magali memiliki pengetahuan yang luas di bidang kuliner. Magali diceritakan sebagai cewek yang sinis terhadap semua hal termasuk namanya. Sepanjang hidupnya dia sangat membenci namanya, bahkan dia menganggap keanehan-keanehan yang ada di dalam dirinya itu bersumber dari namanya yang aneh. Sebagai seorang cewek yang merasa dirinya aneh dia tidak menyukai hal-hal yang biasa. Saat berumur 10 tahun dia tidak suka sepatu kets berwarna pink dengan aksen gliter yang sangat disukai teman-teman sebayanya, dia lebih menyukai sandal jepit dari pada sepatu. 

Sebagai orang yang tidak menyukai hal-hal yang umum, sangat aneh bagiku ketika melihat Magali ini tidak menyukai namanya bahkan sampai umurnya 24 tahun. Orang-orang yang tidak menyukai “keumuman” biasanya akan menyukai hal yang berbeda. Nama Magali yang tidak umum seharusnya disukai Magali. Menurutku ini jadi tidak sinkron saja dengan cerita besarnya, bahwa Magali diceritakan sebagai orang yang tidak menyukai hal-hal yang biasanya disukai orang jamak. 

Keanehan kedua adalah ketika Magali digambarkan sebagai seseorang yang memiliki selera makan yang tidak umum, tapi kenapa dia bisa menjadi seorang wartawan lepas di majalah kuliner. Memang sih pengetahuan Magali sangat luas tentang dunia kuliner, kalau kamu membaca buku ini, kamu pasti akan setuju kalau pengetahuan Magali tentang dunia kuliner luas. Tapi apa penilaian Magali yang “subyektif” ini tidak menganggu dalam kinerjanya. Mungkin akan lebih seimbang jika di sini diceritakan beberapa liputan Magali tentang makanan, supaya pembaca juga tahu kemampuan Magali, dan tidak “meragukan” kemampuannya dalam menilai sebuah sajian makanan. Memang sempat diceritakan Magali Meliput di sebuah restoran fine dining, tapi hanya sekali itu saja menurutku kurang. 

Menurutku dua itu saja sih yang aneh, nah sekarang kita bahas yang kecenya ya. Bak makanan akan lebih mantab jika yang enak disisakan di akhir, supaya rasanya nempel dan awet di lidah. Hehehhee…. 

Aku sangat suka novel romantis yang di dalamnya tidak hanya berisi tentang cinta-cintaan saja, tapi juga dibahas hal-hal lain. Dalam hal ini Mbak @WindaKrisnadefa memadukan cerita romantis dengan dunia kuliner. Aku sangat kagum dengan riset yang dilakukan Mbak @WindaKrisnadefa dan kemampuan dia dalam meramu pengetahuan dia tentang dunia kuliner, permasalahan yang dihadapi Magali dan juga kisah cinta yang ada di dalamnya. Aku sangat suka saat Magali meliput di sebuah restoran fine dining, di sana terlihat jika Magali (maksudnya penulis) memang tahu betul tentang restoran dan bagaimana design interior sebuah restoran itu seharusnya. Atau ketika Magali berdiskusi dengan Amar tentang makanan manis sebagai desert, Magali menunjukkan pengetahuan dia yang sangat luas, yang tidak disadari sendiri oleh Magali. 

Segitu saja ya, pembahasan saya. Sebenernya masih pengen ngoceh tapi dibatasi 500 kata, jadi cukup sekian dan terimakasih sudah membaca. :)