January 31, 2014

Ada yang Lebih Sedih Lagi


Kata-kata bijak Jawa bilang "Nek ndelok kwi ndungklul ojo nglenggak" makna yang tersirat dari kata bijak Jawa itu kurang lebih "Lihatlah yang lebih menderita dari kamu jangan melihat yang hal-hal yang lebih baik dari kamu", karena hal ini akan membuatmu tidak bersyukur pada hidupmu. Intinya jangan menganggap kita yang paling menderita, karena kalau kita mau melihat dan mengakui, sebernarnya masih banyak yang lebih menderita dari kita.

Masih ingatkan beberapa waktu yang lalu aku curhat macem-macem tentang mantan gebetanku yang akan menikah (mungkin sekarang sudah jadi suamik orang). Lalu mendengar kabar itu aku melow galau kayak orang sinting. Sampai sekarang pun hatiku masih keras kepala untuk tak sakit, dia kekeuh menderita karena manusia nggak penting satu itu. But well, ternyata GUWEH MASIH LEBIH BERUNTUNG. Temenku ada yang lebih menderita dari pada aku. Nasib sama ditinggal nikah sama gebetan, tapi aku lebih beruntung karena aku nggak harus mendatangi kondangannya. At least aku nggak harus pura-pura tersenyum dan nggak harus membangun bendungan untuk menahan air mata selama pernikahan berlangsung. Temenku terpaksa datang karena dia sudah dibook sama temen-temennya. Nggak kebayang deh kalok aku jadi dia, mendatangi pernikahan mantan gebetan dan terpaksa pasang senyum palsu. Meskipun aku menderita, tapi aku bersyukur, aku nggak semenderita temenku.

See? Hidup memang harus disyukuri. Harus pinter-pinter nyari orang yang lebih menderita dari kita, supaya kita nggak nelongso. Hahahaha... Ups! Enggak deng, apapun yang terjadi, percaya sama takdir indahNya untuk kita. Kita hanya harus percaya dan mengusahakannya. *Ampyuunn, udah bijak gini kenapa belum ada yang melamar jugak sih?* wkwkwkwk..
Gambar aku ambil dari sini

Penunggu pangeran.
@fatkah

January 27, 2014

The Secret


Pernah membaca The Secret? Katanya kalau kita memvisualisasikan apa yang kita inginkan, maka itu akan menjadi kenyataan, termasuk cerpen. Terinspirasi oleh buku The Secret aku akan menulis tentang sesuatu antara aku dan Niko. Niko adalah cowok idamanku, manusia paling ganteng di sekolah. Bukan, dia bukan anak basket. Dia juga bukan anak OSIS, dia hanya manusia pintar, tidak populer namun cool dan pandai menulis. Nggak cuma menulis cerpen, tapi puisi dan juga essay. Dia sering menang lomba menulis. Puisi dan cerpennya hampir tiap bulan terbit di majalan sekolah. Dan aku kagum padanya karena tulisannya berjudul "Gadis Berlesung Pipi" di majalah sekolah. Kagum pada seseorang karena tulisannya sih sering, dan setelah aku tahu tampangnya Niko, si penulis "Gadis Berlesung Pipi" aku langsung jatuh cinta.

Nah, demi menarik perhatiannya, aku akan menulis cerpen supaya dia menyadari keberadaanku. Lebih kecenya lagi, cerpen ini sebagai visualisasi antara aku dan dirinya. Berawal dari aku yang jatuh cinta dengan tulisannya, dan akhirnya dia jatuh cinta denganku karena tulisanku. Aaaakk, kece sekali kan pastinya. Dan aku berharap ini bisa jadi kenyataan. Sayangnya aku sudah mulai menulis dari jam 7 sampai jam 10.30 malam namun tidak juga segera menemukan alur yang pas. Fiuh! Mungkin aku harus istirahat dulu.
***

"Cepet Neng, bangun, sudah jam 6. Kamu mau telat lagi?" Kata emak nggak ada manis-manisnya. Tidak seperti emak-emak di sinetron yang membangunkan anaknya dengan lembut, emakku membangunkanku dengan galak. Memakai jurus bebek mandi, aku mandi dan gosok gigi. Pokoknya asal cepet aja deh.

Sesampai di sekolah, aku disambut teriakan histeris si Rita "Aaakkk... akhirnya cerpenmu masuk di majalah sekolah" satu kampung, eh sekolah ngeliatin ke kami, ke Rita tepatnya saking hebohnya. Aku cerngar-cengir kayak orang sinting.
"Semua orang ngeliatin kita dodol" aku berbisik pada Rita. Sebenernya aku juga pengen koprol-koprol dan salto, tapi aku masih jaim. Apalagi ada Niko di depan kelas.
"Biarin, orang kamu janji beliin aku bakso. Jangan boong lho" katanya lagi. Combret, aku pikir dia bahagia karena akhirnya karyaku bermutu. Nggak taunya cuma minta traktir.
"Btw Cerpenku yang mana?" Tanyaku bisik-bisik sambil bingung.
"Yang tentang cowok bernama Niko, yang pintar membuat puisi"
Oh rupanya cerpen itu masuk to? Batinku. Aku senyum-senyum sendiri.
***

"Hai, kamu yang nama penanya Oneng ya?" Saat aku duduk di kursiku, tiba-tiba Niko sudah menghampiriku.
"Iya" jawabku super jaim.
"Tulisanmu itu tentang aku?" Tanyanya lagi. Kok dia tahu ya? Batinku. Aku shock, bingung harus jawab apa.
"Aku tau soalnya, di situ keliatan banget, coba deh kamu baca ulang"
Aku membaca majalah itu, dan memang keliatan banget kalau itu Niko.
"Nggak papa, aku suka kok. Toh aku juga menulis puisi tentang kamu. Judulnya "Gadis Berlesung Pipi".
Aku bahagia bukan kepalang mendengarnya. Jadi selama ini dia juga menyukaiku? Dan memang ini sih ending yang aku tulis di cerpenku. Etapi tunggu dulu, aku kan nggak berlesung pipi.

Tiba-tiba ada yang menoel-noel pundakku. "Tunggu dulu" kataku sewot mengira itu Rita, aku harus minta penjelasan ini ke Niko. "Tapi.." Aku hendak protes ke Niko, tapi towelan itu makin kecang "Bentar Ah!" Jawabku lagi menanggapi towelan Rita.

"Nggak ada bentar-bentaran" tiba-tiba Rita menjadi emak, membawa gayung siap disiram ke mukaku. "Ini sudah jam berapa? Emak nggak mau dipanggil ke sekolah gara-gara kamu telat sekolah". Ampun deh aku mimpi lagi. Demi mengindari guyuran air aku langsung lari ke kamar mandi. Meski cuma mimpi tapi setidaknya aku tahu akan memulai ceritaku dari mana.
Ditulis guna memenuhi tugas Pena Merah. Setelah 3 kali berganti ide, akhirnya selesai jugak. (҂'̀⌣'́)9

Nama Niko berasal dari Nicholas Syaputra. Wkwkwk

January 25, 2014

Bagiku


Bagiku Leutika adalah personil di dalamnya. Saat pertama kali datang ke tempat ini, Leutika adalah Naqib, Bagus, Nanik, Ara, Gembel, Mas Bro, Mas Anwar, Mas Heri, Mpok Tanti, Septi, Mas Dasa, Pak We, dan masih banyak lagi. Semakin hari ketika teman-teman yang ada di sini resign satu per satu, luntur juga Leutika-nya. Berganti wajah baru.

Waktu pertama kali merasakan kehilangan sama teman resign adalah saat si kutu kupret Naqib resign, cuma waktu itu aku masih mentertawakan kegalauannya. Kehilanganku saat itu lebih pada, "ntar kerjaan gimana?". Bahkan waktu itu aku sempat mengejeknya, "begitu saja kok galau, kan masih bisa ketemu?" Kataku, sambil benar-benar keheranan dengan kegalauannya. Kenapa harus galau? Kan masih di Jogja? Kan nggak harus sedih? Kenapa harus kehilangan, kalau masih bisa bertemu dan ketawa-ketawa bareng?

Lalu, sekitar setahun kemudian saat Bagus resign, aku lebih sedih lagi. Artinya, sudah tidak ada lagi orang yang benar-benar dekat denganku di kantor ini. Memang Bagus dan Naqib itu dua adik laki-laki yang kutemukan di Leutika. Waktu itu aku ngerasa, bahwa kantor nggak bakalan sama kalau nggak ada mereka. Waktu Bagus keluar, sedihku melebihi saat Naqib keluar, tapi juga lega, karena akhirnya dia menemukan jalannya.

Satu orang yang benar-benar kuanggap Leutika banget adalah Gembel, tapi dia pun keluar di tahun 2013. Entah bulan apa. Waktu itu, aku sedih nggak ketulungan. Bahkan sedihnya melebihi saat Bagus dan Naqib resign. Aku tidak tahu kenapa saat Gembel resign, aku galau banget, karena secara emosional, tentu aku lebih dekat dengan Bagus dan Naqib. Setelah aku pikir-pikir mungkin karena Gembel adalah Leutika, nggak ada Gembel, lunturlah Leutika. Dalam benakku, dia adalah salah satu laki-laki yang akan mengabdikan seluruh hidupnya untuk Leutika, namun nyatanya dia resign juga.

Resignnya Gembel diikuti oleh Resignnya Septi si belahan jiwanya. Sedih? Jangan tanya lagi. Septi bagiku temen seperjuangan. Dulu aku ngadmin bareng sama dia, aku sering bantuin dia ngurus pengiriman yang nggak nyampe, nelfon ke ekspedisi, nelfon ke pelanggan, dsb. Lalu saat dia resign? Damn! Septi adalah Leutika, gimana aku nggak sedih karenanya.

Dan kegalauanku benar-benar nyata saat Mpok Tanti resign, di saat kantor adem ayem dari gelombang resign. Resignnya Mpok Tanti ini membuatku syok selain juga sedih. Aku bahkan bisa merasakan sedihnya Mpok Tanti. Nggak ada lagi kata-kata "kenapa sedih sih? Kan masih bisa ketemu?" Seperti yang dulu aku ucapkan ke Naqib. Bahkan aku jadi teringat kata-kata yang kuucapkan itu untuk Naqib. Sekarang aku tahu perasaan yang dulu dirasakan Naqib. Nggak ada lagi deh ngetawain, yang ada mewek bareng Mpok Tanti. Mewek juga membayangkan kalo seandainya aku juga resign, dengan meninggalkan orang-orang yang aku sayangi di dalamnya.

Terakhir kali adalah saat Nanik resign. Jangan tanya apa yang aku rasakan. Nggak cuma membuatku sedih, dia kembali mengingatkanku ke orang-orang yang dulu pernah di sini. Perasaan sedih saat ditinggal mereka. Dan perasaan tertinggal dari mereka yang resign dari sini. Habis sudah orang-orang yang kuanggap Leutika banget di sini. Lalu apa yang harus aku lakukan, lalu siapa yang akan aku anggap Leutika? Lalu ke siapa aku harus berbagi cerita tentang "dulu kita" karena kini yang tersisa hanya "dulu kami". Dan bahkan sebelum dia pergi dari sini pun aku sudah sedih.

Intinya, setiap kali ada orang resign, aku selalu syok, seolah-olah mereka adalah orang-orang yang tidak akan pernah resign dari Leutika. Mereka resign tidak pernah mampir di benakku, meskipun kasak kusuk tentang resign itu selalu ada setiap hari, namun selalu berhenti pada wacana saja. Dan saat itu menjadi nyata, aku hanya bisa syok dan sedih.
*ditulis di tengah-tengah banjir air mata. Terselip doa "Jaga kami selalu dalam pertemanan ya Allah."

Orang yang akan selalu merindukan kalian.
@fatkah

January 24, 2014

Ujung-ujungnya ke Situ


Siang kemarin si Deni tiba-tiba nge-WA, dan curhat tentang kerjaan. Sebelum curhat, dia bilang kalau biasanya pendapatku cukup rasional. Ecieh. Cukup tersanjung juga rasanya dibilang begitu. Tapi memang sih, banyak temenku yang curhat ke aku. Entah temen kuliah dulu, temen main waktu kecil atau teman kerja. Dulu awal-awal kerja di sini, banyak banget yang sering curhat. Kalau akhir-akhir ini sih mereka jarang curhat ke aku. Mungkin sekarang aku sudah mulai bossy, sok ngeboss, terlalu menekan mereka, sehingga nggak lagi enak diajak curhat. Oke sepertinya terlalu melenceng dari yang seharusnya. Back to the topic.

Entah karena aku yang rasional atau karena aku adalah pendengar yang baik, yang jelas banyak yang curhat ke aku. Sering banget pada pake password "jangan bilang-bilang ya, aku cuma ngomong sama kamu". Tapi terkadang saat kita curhat dan ngerasa teman kita sangat rasional, itu tidak sepenuhnya benar. Menurutku sih. Hanya saja saat itu kita sedang tidak bisa berpikir rasional, sedang buntu, sehingga butuh seorang teman untuk merasionalkan pikirkan kita.

Oke, katakanlah aku memang orang yang rasional. Tiba-tiba aku langsung bertanya "kalo aku orangnya rasional kenapa nggak segera ketemu jodoh ya?" Hahahahah.... Ujung-ujungnya ke situ. Eh rasional sama nggak rasional ada hubungannya sama jodoh nggak sih? Tapi kan aku enak diajak curhat, at least cowok kan suka didengarkan gombalan dan juga bragging-annya.

Ehtapi, jangan-jangan justeru karena terlalu rasional itu aku susah ketemu jodohku, karena belum apa-apa sudah aku pikirkan dan prediksikan? Nanti kalo sama dia bagaimana, masa depan gimana, jadi nanti begini dong, ribet banget ya sama dia, dia kan ngerokok ntar tuanya jantungan dong? dsb. Atau memang belum ada yang membuatku benar-benar jatuh cinta, sehingga belum ada yang membuatku tak berpikir rasional dan hanya memakai 90% perasaan. Entahlah.

Perempuan yang sedang menunggu pangeran.
@fatkah

January 23, 2014

Dear God

Dear God. Today i'm sitting in my chair, at my office to pray this one.

Ya Allah, bahagiakan teman-temanku di mana pun mereka berada.
Ya Allah, jaga mereka selalu, sehatkan mereka dan selalu lindungi mereka.
Ya Allah, mereka adalah saudara-suadaraku dari ibu dan ayah yang berbeda. 
Kami dipertemukan di tempat yang sama, yang membuat kami semakin dekat setiap harinya.
Perpisahan yang terjadi justru mengingatkanku betapa berartinya mereka buatku.

Ya Allah jaga selalu persahabatan ini. 


 



January 22, 2014

Seperti Tokoh Chicklit


Mungkin sudah sering banget aku bilang, kalo chicklith adalah genre novel yang aku suka. Alasan pastinya sih, sepertinya karena aku mendambakan hidup seperti para tokoh di novel itu. Ekekkeke.. Iya, boleh, kamu boleh mengatakan aku ini seorang pemimpi, tapi siapa sih perempuan yang tidak suka bermimpi?  Iya kan?

Mendambakan memiliki hidup seperti mereka, tapi bukan bagian "kehidupan yang penuh intrik drama atau konflik" ya, tapi lebih ke kehidupan glamour-nya. Seperti, pulang kerja-belanja-kumpul bareng temen-ngopi-lalu pulang ke apartemen, ke mana-mana pakai mobil, fashion mutakhir, masih muda tapi punya apartemen sendiri, dll. Bahkan sejak kecil aku membayangkan hidup di apartemen. *nyediain ember buat yang mau muntah*. Sepertinya karena itu juga aku lebih suka ngekos sejak SMA daripada tinggal di rumah.

Sampai sekarang sih belum pernah ngerasain hidup seperti para tokoh itu. Nggak pernah yang namanya pulang kerja lalu ngafe, yang ada pulang kerja kos, kalo pun ngumpul bareng temen, paling di angkringan, atau di burjoan. Hahahaha... Oke, sekali-kali sih emang ke tempat makan yang mahalan dikit, tapi nggak tiap hari jugak kallek, cuma kalo lagi pengen aja. Gaji cuma seuprit mana bisa makan di cafe tiap hari? Mimpi tinggal di apartemen juga cuma mimpi. Coz di Jogja kan nggak ada apartemen, ada sih 1, tapi nggak sanggup bayar. Wkwkkwkw.... :p

Yah, meskipun chicklit cuma bisa membuatku bermimpi, tapi aku seneng, karena chicklit mampu membuatku mengingat mimpi-mimpiku. Memberiku energi untuk menggapai dan mewujudkannya. Chicklit memang bisa memberiku semangat, dan bisa memotivasiku. Buatku tekadang pengaruhnya lebih ampuh dari pada motivasi teman atau motivasi Mario Teguh sekalipun.

Selain itu chicklit juga bisa menghiburku, bisa mengingatkanku bahwa hidup ini indah, apapun permasalahan yang sedang kita hadapi. Iya, hidup memang tidak mulus, tidak selalu seperti harapan kita, tidak melulu bahagia, kadang ada tangis, kadang ada perih, jengkel dan merana, tapi hidup tetap indah dan harus kita syukuri. Ending chicklit yang seringnya happy, juga mengingatkanku bahwa apapun masalah yang kita hadapi, pasti ada jalan keluarnya. Selalu ada happy ending di setiap permasalahan yang kita hadapi.

Tulisan ini sengaja aku buat untuk memenuhi hukumanku karena telat ngumpul tugas di Pena Merah.

January 21, 2014

Review the Little Lady Agency


The Little Lady Agency Adalah novel genre chicklit, yang bercerita tentang kehidupan Mellisa, perempaun berumur 27 tahun yang merasa menjadi perempuan yang membosankan, dan tidak menarik. Semua perasaan ini timbul karena ayahnya tidak pernah menghargai Melisa dan semua anggota keluarganya yang lain yang semuanya perempuan. Ayahnya adalah seorang anggota dewan yang kasar, licik, tidak jujur, manipulatif dan suka mengatakan hal-hal yang merendahkan orang lain.

Meskipun Melisa adalah anak seorang anggota parlemen, hidupnya tidak mudah, dia tidak bergelimang harta, karena ayahnya yang sangat pelit. Bahkan hidup Melissa bisa dikatakan kekurangan. Dia sering harus meminjam uang ke Nelson teman seapartemennya, untuk membayar tagihan-tagihannya. Hidupnya semakin tidak mudah ketika dia dipecat dari pekerjaannya sebagai sekretaris di sebuah perusahaan properti. Hidup dengan pekerjaan saja sudah susah apalagi tanpa pekerjaan.

Kalo menurut islam, di dalam kesulitan ada kemudahan. Nah Melissa pun mengalami hal ini. Dia hampir terjebak menjadi seorang pelacur kelas atas, hanya karena temannya mengajaknya untuk menjadi seorang pendamping pria. Melissa yang polos percaya saja, bahwa itu adalah pendampingan murni, ternyata bisnis pelacuran terselubung. Namun dari sinilah ide untuk mendirikan Agensi Pengasuh Pria muncul.

Berawal dari permasalahan yang dihadapi oleh salah satu temannya Nelson yang bernama Roger, yang diharuskan menikah di ulah tahun ibunya yang 60 padahal dia belum mempunyai pacar. Jangankan pacar, punya keinginan menikah saja dia tidak ada. Nah, di sinilah peran Mellisa dia datang berpura-pura sebagai pacar Roger. Dia mendandani para pria supaya bisa berdandan sebagaimana mestinya, jika dibutuhkan dia akan berpura-pura menjadi pacar seseorang, atau sekretaris seseorang.

Sebenarnya banyak permasalahan yang dihadapi oleh Melissa, (dari adiknya yang menikah duluan, terror ayahnya yang terus-terusan menagih hutang, dan juga kisah cinta Melissa pada salah satu client-nya) tapi tidak mungkin kuceritakan semuanya di sini, bisa-bisa butuh 2 hari untuk menuliskannya. Aku memang suka novel bergenre chiklith, jadi membaca The Little Lady Agency yang memiliki cerita yang rumit ini ini sangat memuaskan. Aku selalu kagum dengan cara orang-orang Amerika dan Inggris bercerita. Mereka punya imajinasi yang sangat keren. Logika ceritanya pun selalu keren, tidak pernah memberiku kesempatan untuk bertanya "kok gini sih?", "gimana sih ini?". Mungkin karena mereka selalu tahu secara mendetail apa yang mereka tulis, atau melakukan penelitian mendalam sebelum menulis.

Judul: The Little Lady Agency
Penulis: Hester Browne
Diterjemahkan: Gramedia
Tebal : 539 halaman

Review ini ditulis untuk memenuhi tugas pena merah.

January 17, 2014

Here I'm

Here I'm at Ga Dari Oppa again. But alone. Yes alone, because my friends coming late like usual. And like usual too, i'm being the first person who's coming to the appointment place. Yeyeyeye, lalalala. It's not something that should be celebrate. But, because i'm not in a good mood in waiting, so i write this post.

The menu
The custemer

My writing english today supported by letter from Chine to my company. Sorry for uncorrect grammer.

January 16, 2014

Tentang Hal yang Fuhfuhfuh

Aku termasuk orang yang tidak mengingat mimpi. Pagi atau malam bermimpi, begitu bangun aku sudah lupa apa mimpinya. Pagi tadi, aku bermimpi, dan kali ini aku mengingat mimpinya, karena tadi pagi mimpinya sungguh cetar membahenol badai tralala bikin terbayang-bayang dan kepikiran. Sudah membaca tulisanku yang sungguh melow galau di sini, sini, sini, dan sini kan? Nah pagi tadi aku memimpikan dua kunyuk manusia itu lagi. Fiuh! Aku bertemu dengan mereka di suatu tempat yang dulu hampir setiap hari kita datangi bersama.

Damn! kenapa sih harus mimpi tentang mereka? Kenapa harus? Why oh why? Membuatku harus kepikiran mereka lagi. Aaarrrrggg!!!

Foto aku ambil dari sini


Eh mimpi itu termasuk takdir bukan sih? Duh, maaf ya Allah, bukan bermaksud mengeluhkan tulisan takdirmu yang begitu indah, hanya saja hambamu sedang galau, sedang patah hati lagi

@fatkah

January 15, 2014

Lagi-lagi tentang Itu

Pagi ini aku curhat sama Tiwi, kalau mudahnya Mook Tanti dapet kerjaan baru membuatku pengen resign juga. Hahahahahaa.... Nggak jelas banget memang alasan resign-nya. Yah tapi pegimana lagi, orang pengen. Apalagi Mpok Tanti cerita tentang gaji editor di suatu tempat yang mencapai, aaakkk, banyak deh pokoknya. Bikin super galau mendadak kalok dibandingin sama gajiku yang sekarang. Huhuhuhuhu.... Tapi sekali lagi yaa, itu baru pemikiranku saja, belum berani betull. Hiks.

Udah gitu kok sorenya si Nanik bikin postingan ini yang bikin mewek. Duh nek Nanik sampe resign duluan, aku bakalan galau 7 hari 7 malam nggak pake berhenti *lebay*. Tapi yang jelas bisa nggak mood kerja sampa 6 hari bahkan mungkin lebih.

Yawes bikin note for my self aja deh;

1. Tetep selektif dalam memilih pekerjaan, nggak boleh asal menerima pekerjaan. Harus yang diminati, yang selalu bikin semangat tiap hari kerja.
2. Lebih cermat dan teliti dalam memilih kerjaan, nggak asal lebih cepet dari Nanik dapet kerjanya. Harus liat apakah gajinya lebih gede dari sini (hakakhakhak. Kalo bisa 2 atau 3 kali lipet. Akakakak), diteliti lagi apakah kerjaannya nggak terlalu ribet.
3. Cari perusahaan yang lebih bonafit dengan teman-teman yang asyik dan memungkinkan kita untuk berkembang bersama perusahaan dan juga teman-teman. Aamiin.

Karena bekerja juga masalah hati.

@fatkah

January 13, 2014

Peran Penulis dalam Melawan Arus


You are what you read

Pernah mendengar jargon itu? Menurutku jargon itu benar adanya, pertama karena biasanya orang hanya membaca apa yang mereka sukai, kedua apa yang orang baca akan berpengaruh pada cara berpikirnya. Sayangnya apa yang kita baca, apa yang bisa mempengaruhi kita, apa yang membentuk cara berpikir kita, ternyata tidak bisa memberikan pemahaman baru, tidak mencerahkan, tapi hanya melanggengkan apa yang sudah mapan di dunia ini.

Pernah membaca cerita fiksi dengan tokoh utama yang tidak cantik atau ganteng (dari awal sampai akhir, bukan yang jelek lalu tiba-tiba menjadi cantik)? Jikalau pun ada pasti bisa dihitung dengan jari. Padahal ada berapa juta bahkan trilyun cerita di dunia ini? Mengapa jarang ada karakter cerita yang tidak ganteng atau tidak cantik? Entah kenapa penulis (atau entah editornya) selalu menggambarkan tokohnya sebagai seseorang yang cantik atau tampan.

Kecantikan memang tidak selalu menjadi topik utama, namun menjadi elemen kecil yang wajib disebutkan dalam sebuah cerita fiksi. Kecil namun wajib. Simple namun diulang-ulang. Di setiap cerita fiksi selalu disebut sehingga menjadi sangat berpengaruh bagi orang yang membacanya. Ditambah lagi budaya kita yang memang menganggungkan sebuah kecantikan. Sehingga orang menggap bahwa cantik atau tampan memanglah sebuah keharusan. Membuat semua orang melakukan apa saja demi sebuah kewajiban (baca: cantik/tampan) ini.

Padahal hidup ini tidak melulu mengenai cantik dan tampan. Hidup ini juga tentang jujur, mencintai diri sendiri, rendah hati, toleransi, memiliki banyak teman, bertetangga, berbuat baik, setia, kerja keras, dan masih banyak lagi. Masih banyak hal positif lain yang bisa disebutkan dalam sebuah cerita fiksi, tidak harus melulu predikat "cantik/tampan".

Di saat semua hal (majalah, film, music, tv, fashion, dsb) berada dalam satu arus, paling tidak ada yang melawannya. Paling tidak penulis tidak terbawa derasnya arus konsep kecantikan. Karena penulis dan blog-nya bebas untuk menelurkan idenya, tanpa takut boikot dari pemegang saham.

What I want to say in this post is mari mulai menulis sesuatu yang tidak harus menyebutkan kata cantik atau tampan di dalam cerita fiksi. Lebih baik menyebutkan karakter pekerja keras, banyak teman, pribadi yang menyenangkan, mudah dicintai dan sebagainya. Supaya semakin banyak orang yang mencintai diri sendiri, supaya kita tidak terpatok pada sebuah konsep kecantikan. Mungkin usaha ini akan berat karena melawan arus yang begitu deras, namun jika tidak dilawan, hanya menjadi penonton dan membiarkannya saja, akan sampai kapan semua ini? Bukankah kita ingin menjadi penulis supaya bisa menginspirasi? Alangkah lebih baiknya jika kita bisa mengubah juga.

Tulisan ini bukan kampanye apalagi bersponsor, tulisan ini dibuat khusus untuk memenuhi tugas pena merah. Sekali kali semoga cukup feature ('▿^)

January 6, 2014

Kesenangan di Balik Kelicikan


Waktu kecil, aku suka maen sinetron-sinetronan. Waktu itu yang sering aku tiruin adalah tokoh-tokoh di telenovela anak-anak di SCTV yang judulnya aku lupa. Tapi tentang anak-anak SD dengan berbagai permasalahannya di sekolah dan tempat bermain, bukan anak SD yang sudah pacaran ya. Nah, ternyata ponakanku sekarang juga suka memerankan tokoh-tokoh di syinetron, yang kalo dilihat dari segi ceritanya astaghfirullah hal'adzim banget deh. Pokoknya nggak pantas ditonton sama anak-anak kecil.
Mela dan Qisha

Kok bisa ya samaan gini, suka niru-niruin? Padahal aku nggak pernah mengajari mereka. Mungkin karena umur-umur segitu emang masa-masanya niruin ya? Nggak ada yang ngajarin ya tipe mainnya sama.

Ponakananku-ponakanku ini, entah kenapa nggak ada yang feminim. Nggak mau deh mereka main barbie-barbiean, kadang main boneka sih tapi jarang, yang sering main musuh-musuhan atau perang-perangan. Haddeeehh *tutup muka*.

Karena ini minggu-minggu liburan setelah pembagian rapor, ponakan-ponakanku suka nginep rumah eyangnya (yang adalah tempat tinggalku jugak). Nah, malam Senin kemarin si Qisha dan Mela nginep rumahku. Entah waktu itu mereka sedang memerankan apa, pokoknya sama-sama tokoh baik (baca: protagonis) tapi musuhan (lhah?). Pokoknya gitu deh. Karena yang ditirukan adalah sinetron kolosal di TPI (yang sekarang mnc-tv) dengan logat aneh, mereka pun menirukan logatnya. Nggak tau? Coba nonton aja sinetron kolosal di TPI, yang nggak oke banget deh pokoknya. Ngomongnya kayak robot gitu, dan ponakanku berdua berkomunikasi dengan cara seperti itu, dengan bahasa Indonesia yang kadang konyol seperti: "Dek Jukukkan itu" yang maksud Mela "Dek ambilkan itu".

Tapi logat ini membuatku gampang masuk ke permainan mereka. Dua anak ini paling susah deh kalo diminta buat ngelakuin sesuatu, apalagi kalo bukan kepentingan mereka. Nah malam itu, karena aku sedang sibuk menyeletika dan butuh kain tambahan aku masuk kepermainan mereka dengan mengucapkan ini "wahai prajurit, ambilkan kain ajaib di kamar Bulek Aah". Tidak lupa memakai logat robot, biar mereka sukak. 
"Wah meng padune" kata Mela, ponakanku yang sudah sedikit besar ini ngerti trikku. "Itu tugas Adek saja" kata Mela selanjutnya, tak lupa dengan logat robot. 
"Ah kalian tidak becus mengemban tugas penting ini" kataku lagi. 
Setelah sedikit tarik ulur, karena mereka malas mengambilkan selimut di kamarku dan aku tetap memaksa, akhirnya trik ini berhasil juga. Pada akhirnya mereka malah berebut ke kamarku mengambil selimut untukku. 
"Awas hati-hati banyak harimau di depan pintu" kataku masih dengan logat robot.

Malam itu aku suka memerintah mereka dengan trik itu. Ketika kucing-kucing kami masuk ke dalam rumah aku dengan logat robot akan meminta ponakan-ponakanku mengeluarkan mereka "prajurit, usir harimau-harimau itu, cepat!" Atau ketika ponakanku haus dan minta diambilin minum aku bilang "Ambil sendiri air ajaib itu, jangan lupa ambilkan Bulek Aah juga". Trik ini selalu berhasil, asal memakai logat dan mimik yang pas. Hahahaha.. Mau mengakali ponakanmu juga? Pahami permainan mereka dan masuklah di sana. Selain ponakanmu senang, kamu juga bahagia, bisa meminta tolong dengan terselubung. Wkwkkwkw ('▿^)
Harimauu..

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas Pena Merah.

January 2, 2014

Hari Terakhir di Tahun 2013


Sore ini saat aku sedang hectic-hecticnya nyiapin pemenang event yang diadakan kantor, tiba-tiba si Nanik ke ruang tamu. Aneh aja anak ini tiba-tiba keluar dan sepertinya menahan sesuatu. "Hah!" Katanya keras sambil menunduk, setelah selesai dengan apa yang dilakukannya dia masuk lagi ke ruangan design. Kok kayaknya nahan tangis? Iya, ternyata anak itu memang menahan tangis. Tiba-tiba aku ingat, hari ini adalah tanggal 31 Desember hari terakhir Mpok Tanti berstatus sebagai karyawan di kantor. Bisa-bisanya aku lupa, teman macam apa aku ini? Tapi ciyus nih pikiranku bener-bener terforsir ke DL, jadi nggak mikirin yang lain. Tapi alhamdulilah juga, karena artinya aku nggak perlu sedih-sedih gitu deh. Bahkan waktu aku nyiapin kado perpisahan buat Mpok Tanti aku benar-benar nggak memikirkan sedihnya.
Narsis dulu Men
Ada tuyul di kanan bawa :p

Waktu aku masuk ke ruang design, si Mpok Tanti sedang bagi-bagi coklat lengkap dengan surat perpisahan (yang setelah kubaca sangat menyentuh). Lalu tiba-tiba Nanik benar-benar nggak bisa nahan tangis. Hwaaa.... Anak ituh. Aku bahkan masih bisa cengengesan, apalagi liat bakalan dapet coklat, aku seneng banget. Bukan karena bakal pisahnya tapi bakal dapet coklatnya.
Coklat pemberian Mpok Tanti
Coklatku yang sempet dicolong
Surat dari Mpok Tanti yang begitu menyentuh
Ada foto-foto kami di surat itu
Waktu ngerasa waktunya tepat, aku pun menyerahkan kado perpisahan. "Waaa, apa itu?" Kata Mpok Tanti, "kalian repot-repot" Dan Mpok Tanti bener-bener nangis setelah membuka kadonya. Sayang nggak ada fotonya, tapi cungguh benar-benar melow abis waktu itu. Aku juga mau nangis, tapi masak iya sih harus nangis-nangisan? Aku menahan sebisanya.
Cuma di foto ini yang dia masih keliatan mewek, padahal nangisnya sempet heboh. Sampai diambilin tisu satu pak tuh.
Mpok Tanti sudah tampak bahagia lagi, setelah melihat foto "uniknya" di keramik
Kami tahu kado perpisahan yang kami berikan itu sangat sederhana, bahkan Mpok Tanti bisa membuatnya sendiri di Kedai Digital, tapi rasanya pasti beda jika kami sengaja membuatnya untuk Mpok Tanti.

Kami sengaja memberi kado berupa jam dengan foto kami supaya kami selalu diingat. Kami (khususnya aku) ingin suatu saat, ketika teman, kerabat  atau mungkin anak bahkan cucu Mpok Tanti menanyakan siapa orang-orang dalam foto itu, Mpok Tanti menjawab dengan bangga "itu adalah keluarga yang lahir dari Leutika". Intinya, kami tidak ingin dilupakan, kami ingin menjadi orang yang istimewa, yang selalu diceritakan dengan senyum bahagia oleh Mpok Tanti.

Kami memberikan kado itu karena ingin Mpok Tanti merasa spesial. Iya, untuk mengingatkan bahwa Mpok Tanti selalu merupakan bagian dari keluarga ini. Mengingatkan Bahwa di mana pun Mpok Tanti berada dia adalah keluarga kami. Meskipun Mpok Tanti sudah tidak di sini, meskipun kelak kami satu persatu juga meninggalkan tempat ini, kita tetaplah keluarga. Dan jam keramik itu akan selalu mengingatkannya bahwa kita pernah memiliki cerita indah bersama. Jam keramik itu yang akan menjadi simbol yang menyatukan kita bersama.
Narsis dulu bareng teman-teman 
Aku tahu tanpa benda itu pun Mpok Tanti atau teman-teman yang lain yang sudah meninggalkan tempat ini akan selalu menganggap teman-teman di sini spesial, namun dengan benda itu aku ingin kami semakin melekat kuat di hati Mpok Tanti. Dan aku menyesal kenapa kami hanya menandai Mpok Tanti saja, kenapa tidak dengan teman-teman sebelumnya. Jika kami memberikannya sekarang tentu taste-nya sudah beda. Tapi aku akan membuat ini menjadi tradisi :D

Selalu ingat kami ya Mpok, di mana pun kamu berada. Undang kami kalo kamu nikah. Kita bersaudara di mana pun kita berada *Duh kayak syinetron*

Ditulis tanggal 31 Desember 2013, baru sempat diposting tahun berikutnya 2 Januari 2014.