Lagi-lagi aku mempertanyakan ini: Apakah aku sudah tidak
bisa memilih? Hanya karena usiaku yang sudah tidak lagi muda. Apakah aku harus
mengobral cinta seperti kata temanku? Lagi-lagi aku memusingkan apa kata
temanku yang tidak tahu banyak tentang diriku. Apakah memilih untuk mendapatkan
suami dengan pendidikan S1 itu terlalu muluk bagi perempuan sepertiku? Kalau
begitu betapa menyedihkannya hidupku.
Aku tidak mengecilkan orang pendidikan di bawah
itu, namun pengalaman mengajariku bahwa cara berpikir mereka berbeda. Aku tidak
mau kehidupan rumah tanggaku tidak harmonis hanya karena kesenjangan
pendidikan, perdebatan yang tidak penting dan salah paham hanya karena beda pandangan. Bukankah lelaki patriarkis menganggap perempuan harus tunduk dan
patuh pada laki-laki? Bagaimana aku bisa tunduk pada lelaki, jika aku saja
merasa bahwa pengetahuanku lebih luas darinya?
Aku tidak pernah pilih-pilih
saat berteman, aku tidak pernah membeda-bedakan saat bersahabat, namun untuk
imamku, hanya untuk imamku saja, aku ingin memilih yang terbaik. Demi sebuah
rumah tangga yang harmonis. Supaya aku bisa menghargainya, menghormatinya, dan menjadikannya tempatku bertanya saat aku tidak tahu jawaban dari sebuah pertanyaan. Apakah pilihanku terlalu muluk?
gambar aku ambil di sini |
Ora, Mbak. Kalo untuk urusan yang satu ini, memang tidak boleh asal-asalan. Sebab posisinya dia akan menjadi imam yang bisa membimbing kita seumur hidup. So, just follow your heart. *sok-sokan banget yo aku, haha* :D
ReplyDeleteTerima kasih Mpook, habisnya ada yang bilang begitu, terlalu repot nyariin jodoh buat aku karena harus S1. Terus katanya aku harus ngobral cinta, walau cuma bercanda tapi aku galau waktu dia bilang begitu.
Delete