August 29, 2022

Ternyata Aku Belum Sembuh

Sudahkah aku bercerita di sini kalau aku tuh pernah mengidap inferior komplek? Rasa rendah diri yang besar hingga bisa membuat merasa nggak berguna, suudzon sama orang dan kehidupan yang nggak membahagiakan. Kata temenku "itu depresi" walaupun ketika mendengarnya agak menakutkan bahasanya, tapi iya, aku mengakui hal itu. 

Dan sekarang ini aku sadar bahwa ternyata aku tuh belum sembuh. Sekitar tahun 2019 atau 2020 aku merasa aku sudah mulai sembuh tapi ternyata belum dan saat ini aku menyadari bahwa waktu itu masih parah. Kok aku bisa tahu? Karena ketika aku mengingat masa itu, aku ingat saat itu aku mudah tersulut emosi. Tersulutnya emosi ini bukti bahwa aku masih belum bahagia. Saat ini emosiku sudah membaik, sudah nggak terlalu mudah tersulut emosi, tapi aku merasa aku belum sembuh total.

Iya, aku menyadari bahwa aku itu belum sembuh total. Aku sudah bahagia. Aku sering sangat bahagia dan merasa penuh, namun terkadang inferior komplek itu datang, terutama setelah aku harus berhadapan dengan orang banyak di desaku.

Namun yang lebih baik dari tahun-tahun lalu adalah, saat ini aku memiliki teman-teman yang jauh lebih baik. Teman-teman yang bisa kuajak berbagi waktu dan juga pikiran. Teman-teman yang bisa lebih sering kuajak ketemuan dan yang menyadarkanku bahwa aku berharga dan juga dicintai.


Bukannya dulu aku tidak memiliki teman-teman seperti ini, namun kadang mereka punya kesibukan sendiri, susah untuk kutemui. Dan aku juga tidak membuka diri untuk pertemanan yang lebih baik dengan teman lama. Aku juga melupakan salah satu teman lama yang sebenarnya dari dulu baik dan sevibrasi. Ntah kenapa aku bisa melupakannya. Waktu kemarin kami ketemu lagi dia sempat bilang "kok kita bisa saling melupakan sih mbak?" wkwkwkwk.. aku mengiyakan dan kami pun tertawa. 

Dulu memang aku terlalu terpatok pada beberapa teman baik saja (sampai saat ini pun masih baik namun jarang memiliki waktu bersama). Sehingga aku merasa ditinggalkan. Hal ini membuatku merasa sendiri, nggak dicintai dan nggak berharga. 

Lalu keluargaku gimana? Tentu mereka nggak tau dan nggak menyadarinya, tapi mereka adalah korban kegalakanku. Mereka tahunya aku galak saja. Dan entah kenapa keberadaan mereka nggak bisa menjadi penyembuh lukaku. Mereka nggak melukai, namun bukan penyembuh juga