Aku
baru tau, kalau mau meninggalkan Leutika itu rasanya sesedih ini. Mirip
patah hati, tapi lebih menyedihkan. Meskipun aku yakin, tidak
semenyengsarakan saat patah hati. Tapi tetap saja rasanya sedih banget.
Aku pikir aku takkan menangis, aku pikir aku akan tegar. Nyatanya nooolll besaarrr!!! Bahkan aku menangis sebelum saatnya. Bahkan aku mulai ragu dengan keputusanku. Ah, tapi biasanya aku memang begitu kan? Menangis, bersedih saat seharusnya belum, lalu sudah membaik saat waktunya tiba. Tapi entahlah untuk yang kali ini.
Mungkin keluarku dari leutika adalah bentuk dari rasa tak bersykurku pada hidup. Atau justru supaya aku lebih bersyukur pada hidup? Atau aku sudah malas dengan kemapanan, sehingga membutuhkan ketidakpastian? Sepertinya pertanyaan ke dua lebih tepat, aku keluar dari leutika supaya aku lebih bersyukur pada hidupku. Iya, kemapanan ini, kenyamanan ini, justru membuatku manja. Membuatku tak mau menghadapi hal-hal yang dulunya kuanggap biasa kini mulai kuanggap rumit. Kemapanan ini membuatku tak bersyukur pada apa yang telah kuterima. Kenyamanan ini membuatku tak ingin terusik, namun menginginkan imbal balik yang lebih besar. Saat kuperoleh, aku masih saja merasa kurang. Ah, entahlah. Aku sedang mencoba menyelami perasaanku sendiri. Sebenarnya apa yang sedang aku cari.
Apakah aku hanya bosan sesaat? Lalu kenapa bisa berlangsung setengah tahun lebih? Ke mana perginya semangat itu? Ke mana perginya gairah itu? Ke mana perginya cinta itu? Ke mana perginya rasa syukur itu?
Aku tau, akan ada saat aku menyesali keputusanku. Namun keputusan yang kuambil sudah bulat. Semoga ini adalah jalanNya untukku menjadi lebih baik. Karena semua sudah kupertimbangkan baik-baik, positif dan negatifnya. Dan aku tidak ingin tak mendapat ridhanya, tak ingin tak mendapat berkahnya. Semua yang kulakukan, inysa allah untuk lebih mendekatkan diri padaNya juga. Aamiin. (҂'̀⌣'́)9
Ditulis semalem, saat mau tidur.
Aku pikir aku takkan menangis, aku pikir aku akan tegar. Nyatanya nooolll besaarrr!!! Bahkan aku menangis sebelum saatnya. Bahkan aku mulai ragu dengan keputusanku. Ah, tapi biasanya aku memang begitu kan? Menangis, bersedih saat seharusnya belum, lalu sudah membaik saat waktunya tiba. Tapi entahlah untuk yang kali ini.
Mungkin keluarku dari leutika adalah bentuk dari rasa tak bersykurku pada hidup. Atau justru supaya aku lebih bersyukur pada hidup? Atau aku sudah malas dengan kemapanan, sehingga membutuhkan ketidakpastian? Sepertinya pertanyaan ke dua lebih tepat, aku keluar dari leutika supaya aku lebih bersyukur pada hidupku. Iya, kemapanan ini, kenyamanan ini, justru membuatku manja. Membuatku tak mau menghadapi hal-hal yang dulunya kuanggap biasa kini mulai kuanggap rumit. Kemapanan ini membuatku tak bersyukur pada apa yang telah kuterima. Kenyamanan ini membuatku tak ingin terusik, namun menginginkan imbal balik yang lebih besar. Saat kuperoleh, aku masih saja merasa kurang. Ah, entahlah. Aku sedang mencoba menyelami perasaanku sendiri. Sebenarnya apa yang sedang aku cari.
Apakah aku hanya bosan sesaat? Lalu kenapa bisa berlangsung setengah tahun lebih? Ke mana perginya semangat itu? Ke mana perginya gairah itu? Ke mana perginya cinta itu? Ke mana perginya rasa syukur itu?
Aku tau, akan ada saat aku menyesali keputusanku. Namun keputusan yang kuambil sudah bulat. Semoga ini adalah jalanNya untukku menjadi lebih baik. Karena semua sudah kupertimbangkan baik-baik, positif dan negatifnya. Dan aku tidak ingin tak mendapat ridhanya, tak ingin tak mendapat berkahnya. Semua yang kulakukan, inysa allah untuk lebih mendekatkan diri padaNya juga. Aamiin. (҂'̀⌣'́)9
Ditulis semalem, saat mau tidur.
Taken from here |
No comments:
Post a Comment