Waktu lagi santai-santai mengurusi fanspage-ku Lusi mengirimiku link yang isinya artikel yang cukup menggelitik. Coba aja cuss ke sini, yang judulnya adalah 'Ibu, Tolong Aku. Lindungilah Aku dari Pertanyaan “Kapan Menikah?"' Bagi orang dewasa pertanyaan ini memang benar-benar mengusik ketenangan. Jika sedang dalam keadaan yang tidak baik, hal ini bisa menusuk ke sanubari dan membuat kita menangis seperti anak kecil yang dibilang jelek, seperti anak kecil yang diejek namanya, atau anak kecil yang tidak diajak bermain.
Saat kita masih kecil, batasan yang
menyakitkan hati dan tidak, batasan antara jahat dan baik itu sangat jelas, bisa diterima semua orang. Ibu kita, saudara kita, teman kita, ibu teman kita,
tahu bahwa mengatakan jelek, mengejek teman, tidak mengajak teman yang lain
bermain adalah hal yang menyakitkan hati bagi orang lain. Hal ini dilarang oleh semua orang,
hal yang kita sepakati bersama sebagai sesuatu tidak boleh kita lakukan. Tidak boleh kita lakukan karena itu membuat
orang lain merasa tidak nyaman, merasa direndahkan.
Gambar diambil dari sini |
Sayangnya ketika kita dewasa, batasan-batasan
ini menjadi kabur. Batasan mana kata-kata yang bisa manyakiti hati orang lain,
yang bisa merendahkan keberadaan orang lain menjadi tidak jelas. Entah tidak
jelas, entah kita yang tidak bejalar untuk mengetahuinya. Bahkan dalam
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat kita, kita tidak diajari bahwa
menanyakan “kapan nikah?” pada orang lain yang belum tahu kapan
dia akan menikah adalah hal yang tidak sepatutnya dilakukan. Iya, tidak
patut karena ini bisa menyakiti orang yang kita tanya. Menanyakan “kapan
lulus?” “kapan punya anak?” adalah pertanyaan basa-basi yang sesungguhnya
sangat tidak perlu untuk ditanyakan. Bahkan kita tidak pernah dimarahi oleh orang tua
kita, karena menanyakan hal itu pada orang lain. Kakak kita juga tidak pernah
menegur kita, ketika kita melakukannya.
Rasa sakit yang dirasakan oleh orang-orang yang ditanya "kapan menikah" pun tidak bisa dipahami oleh semua orang. Bahkan kita tidak bisa mengadu pada orang tua kita, karena telah disakiti dengan cara demikian.
Membaca tulisan itu membuatku sadar, apa yang salah dengan pertanyaan "kapan menikah?" kenapa hal ini bisa sangat menyakitan bagi kebanyakan orang yang belum menikah? Jika hal ini begitu menyakitkan kenapa tidak semua orang memahaminya? Lalu kenapa dalam budaya kita, kita tidak pernah diajari untuk tidak pernah menanyakannya pada orang lain? Lalu benarkan pertanyaan "kapan menikah?" ini hanya menjadi basa-basi bagi orang yang bertanya, tanpa bermaksud untuk menyakiti pihak lain? Apakah tidak ada unsur kesengajaan untuk merendahkan pihak lain?
Gambar diambil dari sini |
Sumber gambar:
"Kapan Nikah? atau Sudah Punya Abnak Berapa?" https://mosyaf.wordpress.com/2014/07/29/kapan-nikah-atau-sudah-punya-anak-berapa/ diambil tanggal 17 Februari 2015, jam 15.50
"Kapan Nikah" http://rizqoo.blogspot.com/2013/06/kapan-nikah-eaa.html diambil tanggal 17 Februari 2015 jam 15.52
"Kapan Nikah? atau Sudah Punya Abnak Berapa?" https://mosyaf.wordpress.com/2014/07/29/kapan-nikah-atau-sudah-punya-anak-berapa/ diambil tanggal 17 Februari 2015, jam 15.50
"Kapan Nikah" http://rizqoo.blogspot.com/2013/06/kapan-nikah-eaa.html diambil tanggal 17 Februari 2015 jam 15.52
No comments:
Post a Comment