Aku yang dulu sangat memahamimu. Aku yang dulu sangat mengerti dirimu. Aku
yang akan dengan bahagia menterjemahkan tingkahlakumu untuk orang lain. Iya,
kamu susah dipahami untuk orang normal. Mungkin kita sama-sama tak normal itu
kenapa aku bisa memahamimu dengan baik.
Sekarang, aku tak mau memahami. Saat ini aku tak mau berurusan dengamu.
Iya, aku tidak mau, karena aku sedang menjaga diri. Aku tak ingin sakit lagi. Bukan
karena aku masih menyayangimu, bukan karena aku masih mencintaimu. Tapi bagaimana
pun rasa itu telah menodai apa yang dulu kita sebut sebagai persahabatan. Bagaimana
pun, kita tak akan pernah melupakan hal itu. Bagaimana pun, engkau akan tetap
jumawa mengenai hal itu. Dan bagaimana pun aku akan tetap merasa kerdil akan
hal itu.
Lalu demi menjaga gengsiku yang sangat tinggi, akan kutunjukkan padamu
bahwa semua itu sudah tak berarti lagi bagiku. Bahwa engkau sama sekali tak ada
artinya bagiku. Aku tak membutuhkanmu baik sebagai seorang lelaki, maupun
sebagai seorang sahabat. Bahwa temanku tak hanya kamu saja. Apakah aku bisa? Sangat
bisa.
Sayangnya satu hari dari sekian ratus hari, kadang aku pun merindukanmu.
Merindukan persahabatan kita. Merindukan memahamimu atau menterjemahkan apa
yang sedang kamu alami. Tapi aku terlalu takut semua itu engkau salah artikan
lagi. Takut engkau akan jumawa lagi. Iya, jumawa. Bukankah itu salah satu
sifatmu? Aku malas menghadapi semua itu. Karena bagaimana pun, kita tak akan
pernah melupakan kejadian itu. Lalu aku lebih memilih mencari kebahagian dari
persahabatan yang lain.
Gambar diambil dari sini |
Sumber foto: Friendship, didownload jam 11.53 tanggal 17 Februari 2015 http://www.santabanta.com/wallpapers/friendship/?page=4
No comments:
Post a Comment