March 13, 2012

Feminism & Me

Aku nggak bilang diriku seorang feminis, dan aku juga nggak suka jika dibilang begitu, bukan karena menurutku mereka negative atau apa. Menurutku seorang feminis itu tindakannya lebih nyata, misalnya bergabung dalam kelompok feminis, ikut kampanye kesetaraan gender, membela hak-hak perempuan, dll. Aku hanyalah perempuan biasa yang tahu posisiku, dan tahu bagaimana seharusnya perempuan diperlakukan.

Aku memang tidak suka ketika ada seseorang yang mengkotak-kotakkan laki-laki dan perempuan. Apalagi sampai mengatakan bahwa perempuan itu harus begini, harus begitu, nggak boleh begini, nggak boleh begitu. Bahwa perempuan itu takdirnya menjadi nomor dua, harus patuh pada laki-laki (suami). Idih bullshit menurutku.

Sekarang silahkan cek KBBI, apa itu arti kata takdir? Menurutku hanya 3 hal yang ditakdir Tuhan untuk perempuan, yakni mengandung, melahirkan dan menyusui. Hanya 3 itu yang digariskan oleh Tuhan untuk perempuan, karena laki-laki tidak memiliki keistimewaan itu dan hanya 3 hal itu yang dibawa perempuan sejak lahir. Di luar itu, apapun yang didefinisikan tentang perempuan dan apa yang “seharusnya perempuan” adalah kontruksi budaya. Kontruksi yang sudah dicekokkan pada manusia sejak mereka masih kecil.

Anak laki-laki bermain dengan truk-trukan, perempuan main dengan boneka, anak laki-laki dikenakan pakaian berwarna biru, anak perempuan dikenakan pakaian berwarna pink. Anak laki-laki tidak boleh menangis, berjalan harus gagah. Anak perempuan berjalan harus lemah-gemulai dan lembut.

Dan ketika ada perempuan yang bersedia mengabdi pada laki-laki (suami), patuh pada laki-laki (suami) apakah saya membenci dan menganggap mereka bodoh? Tidak. Saya menggap itu adalah pilihan. Pilihan yang sangat mulia. Dan seharusnya laki-laki juga menganggap hal itu mulia, bukan “hal yang sewajarnya” dilakukan perempuan pada laki-laki. Ketika laki-laki menganggap itu adalah pilihan yang mulia, maka mereka seharusnya lebih menghargai perempuan.

No comments:

Post a Comment