July 20, 2013

Kebencian di antara Kecintaaan


Demi Allah, aku cinta banget sama Jogja, menurutku kota ini kota adalah tempat paling nyaman untuk tempat tinggal dibandingkan tempat lain di Indonesia, bahkan mungkin di Dunia. (Iyalah kamu nggak pernah ke mana-mana buk). Iya, meskipun aku nggak pernah ke mana-mana, tapi rasanya susah banget buat meninggalkan kota ini. Banyak alasan kenapa kota ini nyaman banget buat tempat tinggal selain alasan utama orang-orang yang aku kenal dan aku sayangi tinggal di sini. Kata sebuah film tempat yang paling nyaman adalah tempat di mana orang-orang yang kamu kenal dan kamu sayangi berada di sana.

Kamu mau tau, hal apa saja yang membuatku cinta sama Jogja? Ini dia:

1. Banyak makanan lezat dan nikmat yang dijual di Jogja. Di tempat lain juga ada, tapi nggak ada yang semurah di Jogja. Kalo di Jogja makanan pinggir jalan pun rasanya cetar membahenol nagih.
2. Banyak rental film yang murah meriah di Jogja (nggak tau di kota lain seperti jakarta atau bandung ada enggak)
3. Banyak rental komik yang melayanimu sampai jam 12 malem. Kalau di kota main mungkin bukan pinjem tapi harus beli.
4. Banyak public space yang anak muda banget tersedia gratis di Jogja, bahkan tersedia 24 jam. Di kota lain nongkrong di public space yang gaul harus merogoh gocek yang nggak sedikit. Kalau pun ada yang gratis, ternyata tempatnya nggak gaul banget dan nggak anak muda banget. Begitu kamu nongkrong di situ kamu dikira anak jalanan. (Well nggak tau juga sih sepertinya aku cuma sotoy aja).
5. Penduduknya ramah dan ndeso, nggak sok gaul dan sok kaya. Mereka menunjukkan mereka apa adanya, bahkan seringnya justru bersahaja tidak menunjukkan kekayaan mereka, karena di kota ini bukan uang yang dinilai tapi tingkat intelegensi seseorang. Kamu dinilai bukan karena pakaian yang kamu pakai tapi dinilai karena cara berpikir kamu. Berbeda dengan orang Jakarta yang tidak sempat mengobrol dengan orang, sehingga penilaian akan diberikan hanya melalui apa yang kamu pakai, hanya dari apa yang mereka lihat (baju, kendaraan, gadget, dll). Mereka tidak sempat menilai intelegensimu, karena berbicara denganmu pun mereka tidak sempat. Padahal intelegensi hanya bisa dinilai dari komunikasi entah lisan atau tulisan. 
6. Banyak tempat-tempat (bahkan yang bukan tempat wisata) yang asik buat digunakan untuk berwisata mengurangi penatnya pekerjaan atau masalah hidup GRATIS. Ingat ya GRATISS!
7. Keluarga dan orang-orang yang kucintai tinggal di sini. Mungkin ada tempat yang sangat ingin aku kunjungi tapi aku tidak pernah berniat untuk tinggal, karena semua orang yang kucintai ada di Jogja.
8. Tempat yang nyaman untuk membesarkan anak di kemudian hari. Iya, Jogja masih nyaman. Tahu kan maraknya penculikan di kota-kota besar? Saya sangat takut mengalami itu. Belum lagi pergaulan anak muda jaman sekaraang. Hadeeehhh. Bikin takut nggak bisa menjaga mereka dengan benar.
9. Karena aku sudah terbiasa dengan kota Jogjakarta. Iya alasan sepele ini, aku terbiasa di sini, aku tidak terbiasa di tempat lain. Aku akan selalu merindukan tempat ini bukan tempat lain. 

Well, secinta-cintanya aku sama Jogja ternyata ada hal yang sangaaattt aku benci dari kota ini, yakni tukang parkirrnyyaaa.... Menurutku tukang parkir di Jogja itu nggaaak penting banget! Mereka ada di mana-mana seenak jidat mereka.

Sebenarnya aku maklum kalau aku harus membayar parkir di tempat-tempat tertentu yang menurutku memang pantas untuk membayar parkir. Tempat yang pantas itu misalnya di Mall, di toko-toko besar, di tempat makan besar, di tempat makan kecil waktu parkirnya lama, bukan nitip motor 5 menit doang, di tempat umum yang tukang parkirnya mau menyeberangkan dan membantu si pemarkir. Masalahnya di jogja ini tukang parkir ada di mana-mana, bahkan di angkringan yang ramainya tak seberapa, atau di tempat makan di pinggir jalan, iya di tempat kaki lima yang motornya di taruh di jalan. Kalau di jalan seharunya nggak bayar kan? Karena jalan milik umum, bukan punya si tukang parkir. Dan yang lebih menjengkelkan lagi, orang yang nggak berhenti lama pun dimintai uang parkir. Maksudnya apa coba? Bahkan beberapa tukang parkir ini sering nggak ngapa-ngapain, mereka cuma ngejogrok aja di sana, pas kita mau keluar nggak ngebantuin nyariin jalan, atau ngeluarin motor. Pokoknyaa nggak oke. Kadang aku bertanya, apa iya pekerjaan mereka ini berkah karena semestinya kita membayar untuk hal yang dia lakukan, tapi dia tidak melakukannya. Parkir di jogja itu bukan parkir, tapi sebagai sewa tempat sejenak untuk naruh motor. Kenapa? Karena bahkan mereka tidak bertanggung jawan pada kehilangan yang kita alami, entah helm atau motor itu sendiri. Pffff. Terus kerja mereka apa? Pasang kertas doang?

Keluhan tentang tukang parkir ini nggak cuma dirasakan olehku saja, tapi juga oleh beberapa teman yang dari luar kota. Mereka membandingkan dengan kota mereka sendiri. Dulu waktu awal-awal aku hijrah ke kota, aku juga kaget (maklum wong ndeso) mungkin itu juga yang dirasakan teman-teman luar jogjaku.

Aku rasa kota jogja harus mulai berbenah, harus ada aturan tegas tentang parkir, mana saja spot-spot yang boleh dimintai biaya parkir dan manaa yang tidak boleh. Atau harus ada SOP tentang tukang parkir, supaya mereka tidak sembarang mendirikan parkiran, dan supaya mereka nggak bekerja dengan asal. Dengan SOP ini mereka harus memperhatikan pelanggan, pelanggan berhak untuk tidak membayar jika layanan mereka tidak memadai.

Well entahlah itu cuma ocehan saya kemarin sore karena aku cuma beli sayur doang di rumah makan padang yang nggak ada 5 menit tapi Pak Parkir memintaiku biaya parkir.


2 comments:

  1. Aku juga punya pengalaman tentang Tukang Parkir. Awalnya memang Aku mengutuk keberadaan mereka. Tapi justru mereka ini yang bikin aku sadar bahwa di sisi lain, mereka diperlukan keberadaanya. Bisa dibaca di blog :) Semoga kecintaan kota lebih besar ketimbang rasa 'tidak senang' dengan tukang parkirnya. :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Tetep lebih besar kok cinta Jogjanya. Makasih sudah berkunjung ya ;)

      Delete