December 21, 2016

REVIEW JINX

Sebenernya nama dia itu Jean, tapi karena sering kena sial orang memanggilnya Jinx. Saat dia lahir listrik di distiknya mati karena tersambar petir. Dia dikasih nama Jean, nama yg sebenernya untuk lelaki. Dokter yang membantunya lahir bilang harusnya dia bernama Jinx bukan Jean karena banyak kesialan yang terjadi saat dia lahir. Dan masih ada kejadian-kejadian sial lainnya saat dia lahir yang sejujurnya aku lupa apa saja :p
Intinya banyak hal sial yang terjadi pada Jean, termasuk dia harus pindah dari Iowa ke Manhattan New York, rumah bibinya dan harus bertemu dengan sepupunya, Tory yang sudah berubah total sejak terakhir mereka bertemu. Kepindahannya pun karena kesialan dia yang dikuntit oleh lelaki yang dulu dicintainya. Kesialan yang selalu terjadi pada Jean sebenernya bukan tanpa sebab, karena ternyata itu berhubungan dengan darah yang mengalir dari nenek moyangnya. Aku nggak akan kasih spoilernya karena nggak mau bikin kamu bored saat baca bukunya.
Nggak seru dong kalau teenlit nggak ada bumbu cintanya, di New York Jean bertemu dengan Zack, si kakak kelas dan juga tetangga bibinya. Sayangnya Tory sepupunya juga mencintainya. Dan Zack sepertinya mencintai Petra si Au Pair di keluarga bibinya. Tampak mbulet ya cerita cintanya? Tapi kalau dibaca enggak kok. Asyik dan menyenangkan seperti buku Meg Cabot yang lain.
Yang selalu kukagumi dari buku-buku teenlit Meg Cabot adalah, bagaimana dia bisa bercerita menyampaikan sifat-sifat baik dari tokoh utama dengan sudut pandang orang pertama tapi tetap terlihat alami, tidak sombong, polos dan mungkin naïve (kalau orang-orang bilang kali ya). Rada susah menyampaikan maksudku. Maksudku begini, di buku Jink ini misalnya, Meg Cabot bisa menggambarkan karakter tokoh yang baik, pengayang adik dan keluarga, rajin dan cantik tapi tetap membuat tokohnya low profile, bahkan innocent dan kadang tidak sadar kalau dia memiliki sifat-sifat yang kusebut tadi. Dan menurutku itu cukup sulit, karena akan selalu berbenturan dengan subyektifitas si tokoh. Misalnya lagi begini, Jean cantik, tapi nggak bisa kan bilang "aku di depan kaca dan diriku tampak cantik” karena kalimat itu berarti dia orang yang cukup PD dan yakin dengan kecantikannya. Sedang Jean di sini punya sifat low profile, kurang yakin dengan penampilannya karena dia baru saja pindah dari Iowa yang anggap aja ndeso nya Amerika dan pindah ke New York yang semua orang selalu hits dengan penampilan dan urusan kecantikan. Pokoknya di bagian ini aku sangat suka dengan gaya tulisannya Meg Cabot. Karena aku nggak bisa yang begini.
Tapi karena gaya tulisannya si Meg Cabot selalu begini, menyampaikan sifat tokoh utama dengan tersirat melalu orang lain atau yang dirasakan tokoh utama, karakter tokoh-tokoh utama dari teenlit yang ditulisnya jadi terkesan sama. Tapi entah ini hanya perasaanku dan subyektifitasku saja atau memang demikian. Tapi yang jelas aku nggak pernah bosan membaca buku-bukunya Meg Cabot.
Sekian dan terima cinta :p
Judul: Jinx (kutukan sial)
Penulis: Meg Cabot
Tebal: 248 halaman
Penerbit: Gramedua PU

No comments:

Post a Comment