Sore ini aku mau mencoba mereview sebuah buku yang beberapa waktu lalu aku beli, judulnya Macaroon Love karya Mbak @WindaKrisnadefa. Karena aku orangnya suka banget ngocehin buku maka 500 kata itu terbatas banget, langsung cuss saja ya.
Macaroon Love ini bercerita tentang seorang gadis 24 tahun bernama Magali yang mempunyai pekerjaan sebagai penulis lepas di sebuah majalah kuliner. Mempunyai sepupu bernama Bheu, ayah bernama Jodhi dan Nene, neneknya. Sejak kecil Magali hidup bersama Nene dan Bheu karena Jodhi bekerja sebagai juru masak di kapal pesiar. Karena Jodhilah Magali memiliki pengetahuan yang luas di bidang kuliner. Magali diceritakan sebagai cewek yang sinis terhadap semua hal termasuk namanya. Sepanjang hidupnya dia sangat membenci namanya, bahkan dia menganggap keanehan-keanehan yang ada di dalam dirinya itu bersumber dari namanya yang aneh. Sebagai seorang cewek yang merasa dirinya aneh dia tidak menyukai hal-hal yang biasa. Saat berumur 10 tahun dia tidak suka sepatu kets berwarna pink dengan aksen gliter yang sangat disukai teman-teman sebayanya, dia lebih menyukai sandal jepit dari pada sepatu.
Sebagai orang yang tidak menyukai hal-hal yang umum, sangat aneh bagiku ketika melihat Magali ini tidak menyukai namanya bahkan sampai umurnya 24 tahun. Orang-orang yang tidak menyukai “keumuman” biasanya akan menyukai hal yang berbeda. Nama Magali yang tidak umum seharusnya disukai Magali. Menurutku ini jadi tidak sinkron saja dengan cerita besarnya, bahwa Magali diceritakan sebagai orang yang tidak menyukai hal-hal yang biasanya disukai orang jamak.
Keanehan kedua adalah ketika Magali digambarkan sebagai seseorang yang memiliki selera makan yang tidak umum, tapi kenapa dia bisa menjadi seorang wartawan lepas di majalah kuliner. Memang sih pengetahuan Magali sangat luas tentang dunia kuliner, kalau kamu membaca buku ini, kamu pasti akan setuju kalau pengetahuan Magali tentang dunia kuliner luas. Tapi apa penilaian Magali yang “subyektif” ini tidak menganggu dalam kinerjanya. Mungkin akan lebih seimbang jika di sini diceritakan beberapa liputan Magali tentang makanan, supaya pembaca juga tahu kemampuan Magali, dan tidak “meragukan” kemampuannya dalam menilai sebuah sajian makanan. Memang sempat diceritakan Magali Meliput di sebuah restoran fine dining, tapi hanya sekali itu saja menurutku kurang.
Menurutku dua itu saja sih yang aneh, nah sekarang kita bahas yang kecenya ya. Bak makanan akan lebih mantab jika yang enak disisakan di akhir, supaya rasanya nempel dan awet di lidah. Hehehhee….
Aku sangat suka novel romantis yang di dalamnya tidak hanya berisi tentang cinta-cintaan saja, tapi juga dibahas hal-hal lain. Dalam hal ini Mbak @WindaKrisnadefa memadukan cerita romantis dengan dunia kuliner. Aku sangat kagum dengan riset yang dilakukan Mbak @WindaKrisnadefa dan kemampuan dia dalam meramu pengetahuan dia tentang dunia kuliner, permasalahan yang dihadapi Magali dan juga kisah cinta yang ada di dalamnya. Aku sangat suka saat Magali meliput di sebuah restoran fine dining, di sana terlihat jika Magali (maksudnya penulis) memang tahu betul tentang restoran dan bagaimana design interior sebuah restoran itu seharusnya. Atau ketika Magali berdiskusi dengan Amar tentang makanan manis sebagai desert, Magali menunjukkan pengetahuan dia yang sangat luas, yang tidak disadari sendiri oleh Magali.
waaaw... ajib resensinya mbak.. lanjuut :3
ReplyDeleteHihi jadi penasaran pengen baca novel ntu, ttg kekuatan dunia kuliner yang ada dalam novel tersebut *mbo yo pinjamin mbak #lho :p
ReplyDeleteNice review mbak! Ngantri pinjem jg ah :p
ReplyDeletewow, bagus.. bagus... lanjutkan
ReplyDeleteMagali? seperti nama India. penasaran nih ma ceritanya mbak,..
ReplyDeleteWah! Cerita romantis dengan tema kuliner? Penisirin. :)
ReplyDelete