January 25, 2014

Bagiku


Bagiku Leutika adalah personil di dalamnya. Saat pertama kali datang ke tempat ini, Leutika adalah Naqib, Bagus, Nanik, Ara, Gembel, Mas Bro, Mas Anwar, Mas Heri, Mpok Tanti, Septi, Mas Dasa, Pak We, dan masih banyak lagi. Semakin hari ketika teman-teman yang ada di sini resign satu per satu, luntur juga Leutika-nya. Berganti wajah baru.

Waktu pertama kali merasakan kehilangan sama teman resign adalah saat si kutu kupret Naqib resign, cuma waktu itu aku masih mentertawakan kegalauannya. Kehilanganku saat itu lebih pada, "ntar kerjaan gimana?". Bahkan waktu itu aku sempat mengejeknya, "begitu saja kok galau, kan masih bisa ketemu?" Kataku, sambil benar-benar keheranan dengan kegalauannya. Kenapa harus galau? Kan masih di Jogja? Kan nggak harus sedih? Kenapa harus kehilangan, kalau masih bisa bertemu dan ketawa-ketawa bareng?

Lalu, sekitar setahun kemudian saat Bagus resign, aku lebih sedih lagi. Artinya, sudah tidak ada lagi orang yang benar-benar dekat denganku di kantor ini. Memang Bagus dan Naqib itu dua adik laki-laki yang kutemukan di Leutika. Waktu itu aku ngerasa, bahwa kantor nggak bakalan sama kalau nggak ada mereka. Waktu Bagus keluar, sedihku melebihi saat Naqib keluar, tapi juga lega, karena akhirnya dia menemukan jalannya.

Satu orang yang benar-benar kuanggap Leutika banget adalah Gembel, tapi dia pun keluar di tahun 2013. Entah bulan apa. Waktu itu, aku sedih nggak ketulungan. Bahkan sedihnya melebihi saat Bagus dan Naqib resign. Aku tidak tahu kenapa saat Gembel resign, aku galau banget, karena secara emosional, tentu aku lebih dekat dengan Bagus dan Naqib. Setelah aku pikir-pikir mungkin karena Gembel adalah Leutika, nggak ada Gembel, lunturlah Leutika. Dalam benakku, dia adalah salah satu laki-laki yang akan mengabdikan seluruh hidupnya untuk Leutika, namun nyatanya dia resign juga.

Resignnya Gembel diikuti oleh Resignnya Septi si belahan jiwanya. Sedih? Jangan tanya lagi. Septi bagiku temen seperjuangan. Dulu aku ngadmin bareng sama dia, aku sering bantuin dia ngurus pengiriman yang nggak nyampe, nelfon ke ekspedisi, nelfon ke pelanggan, dsb. Lalu saat dia resign? Damn! Septi adalah Leutika, gimana aku nggak sedih karenanya.

Dan kegalauanku benar-benar nyata saat Mpok Tanti resign, di saat kantor adem ayem dari gelombang resign. Resignnya Mpok Tanti ini membuatku syok selain juga sedih. Aku bahkan bisa merasakan sedihnya Mpok Tanti. Nggak ada lagi kata-kata "kenapa sedih sih? Kan masih bisa ketemu?" Seperti yang dulu aku ucapkan ke Naqib. Bahkan aku jadi teringat kata-kata yang kuucapkan itu untuk Naqib. Sekarang aku tahu perasaan yang dulu dirasakan Naqib. Nggak ada lagi deh ngetawain, yang ada mewek bareng Mpok Tanti. Mewek juga membayangkan kalo seandainya aku juga resign, dengan meninggalkan orang-orang yang aku sayangi di dalamnya.

Terakhir kali adalah saat Nanik resign. Jangan tanya apa yang aku rasakan. Nggak cuma membuatku sedih, dia kembali mengingatkanku ke orang-orang yang dulu pernah di sini. Perasaan sedih saat ditinggal mereka. Dan perasaan tertinggal dari mereka yang resign dari sini. Habis sudah orang-orang yang kuanggap Leutika banget di sini. Lalu apa yang harus aku lakukan, lalu siapa yang akan aku anggap Leutika? Lalu ke siapa aku harus berbagi cerita tentang "dulu kita" karena kini yang tersisa hanya "dulu kami". Dan bahkan sebelum dia pergi dari sini pun aku sudah sedih.

Intinya, setiap kali ada orang resign, aku selalu syok, seolah-olah mereka adalah orang-orang yang tidak akan pernah resign dari Leutika. Mereka resign tidak pernah mampir di benakku, meskipun kasak kusuk tentang resign itu selalu ada setiap hari, namun selalu berhenti pada wacana saja. Dan saat itu menjadi nyata, aku hanya bisa syok dan sedih.
*ditulis di tengah-tengah banjir air mata. Terselip doa "Jaga kami selalu dalam pertemanan ya Allah."

Orang yang akan selalu merindukan kalian.
@fatkah

No comments:

Post a Comment