Sekitar seminggu atau dua minggu setelah bapakku meninggal aku mengajak ibukku pergi ke pantai. Aku pergi ke pantai karena ingat bapakku pengen ke pantai beberapa saat sebelum beliau meninggal. Sekembalinya dari sana, tetanggaku yang juga masih keluarga jauh kayak kaget karena tau aku baru saja dari pantai. Dia nggak mengatakannya, tapi dari raut mukanya keliatan marah banget dan kayak mengataan aku anak kurang ajar yang sudah pergi ke pantai bahkan hanya berjarak dua minggu (atau seminggu ya?) dari bapakku meninggal.
Belum lama ini adekku melahirkan anak kedua. Karena sudah memiliki rumah sendiri dia hanya tinggal dengan suami dan juga anak-anaknya. Waktu malam aku mau pulang, ada saudara dari iparku yang bertanya "tidak menginap di sini? kalau saudaraku melahirkan biasanya aku menginap lho" semacam klaim bahwa seharusnya saudara perempuan menginap dan menemani saudara perempuannya yang baru saja melahirkan. Hal yang sama juga dikatakan oleh tetanggaku (yang tadi kusebutkan di paragraf pertama).
Menurutku rasa sedih dan rasa bahagia itu bersifat personal, cara mengekspresikannya pun personal. Orang bisa saja menangis meraung-raung ketika ditinggal anggota keluarganya, namun ada juga yang nggak menangis atau hanya tersedu, namun perasaan yang dia rasakan tetaplah sedih. Begitu juga dengan rasa bahagia. Tertawa belum tentu bahagia, bermuka datar juga bisa saja bahagia. Kenapa kita harus mengekspresikan dengan cara yang sama terhadap perasaan yang kita rasakan? Kurasa kita punya cara sendiri untuk mengekspresikan perasaan kita.
Pergi ke pantai beberapa hari setelah ditinggal anggota keluarga bukan berarti nggak bersedih, bukan berarti nggak sengsara. Kehilangan yang kurasakan saat ditinggal bapak berlangsung cukup lama. Aku butuh waktu untuk bilang sudah terbiasa.
Begitu juga rasa bahagiaku dan peduliku terhadap aggota keluarga baru tidak harus sama dengan cara orang-orang mengekspresikan rasa bahagia mereka menarima anggota baru.
Meskipun aku menuliskan ini, namuan ada rasa nggak nyaman ketika ada penilaian dari orang lain terhadap sikapku/ekspresi perasaanku. Seolah-olah mereka mengatakan aku nggak pantas, aku nggak baik, aku nggak cukup bagus, aku nggak cukup peduli terhadap anggota keluargaku. Tapi berusaha bersikap masa bodoh. Luweh!
No comments:
Post a Comment